Minggu, 05 April 2020

Sumaryo L.E: "KOMPONIS, PEMAIN MUSIK DAN PUBLIK I"

Blog Ki Slamet 42 : Atma Kembara
Minggu, 05 April 2020 - 20.35 WIB


                                                     BAB I. PENDAHULUAN

1.      Syarat-Syarat Kehidupan Musik
Apakah syarat-syaratnya, untuk dapat dikatakan, bahwa dalam suatu masyarakat ada kehidupan musik?
Syarat-syaratnya adalah, adanya:
           a. Pencipta-pencipta musik
           b. Pemain-pemain musik
           c.  Publik penggemar musik
di dalam masyarakat itu, yang masing-masing mengadakan kegiatan yang sesuai dengan bidangnya. Akan lebih sempurna lagi, kalau di samping ketiga unsur tadi, ada pula segolongan orang pembuat alat musik.
Coba kita kita bayangkan suatu masyarakat yang tidak memenuhi salah satu syarat tadi. Misalnya di situ tidak terdapat publik penggemar musik. Yang ada hanyalah pencipta-pencipta musik dan para pemainnya saja. olah musik dalam suatu msyarakat seperti itu akhirnya praktis hanya akan dilakukan dalam lingkungan rumah tangga saja. praktik musik demikian hanya dapat dinikmati oleh para pemainnya sendiri atau segolongan kecil manusia yang sangat terbatas jumlahnya, umpamanya para anggauta keluarga di rumah itu sendiri. Gedung konser dalam suatu masyarakat seperti itu tidak akan ada artinya. Sebab tidak ada publik yang mengunjungi gedung itu. Kehidupan musik seperti itu tentu tidak akan mempunyai kemungkinan untuk berkembang dengan baik. Sebab tidak mempunyai funsi untuk masyarakat. Fungsi sosialnya tidak ada.
Padahal, publik yang gemar musik, yang mengaguminya serta memperoleh kenikmatan daripadanya, dalam suatu masyarakat menduduki fungsi yang penting pula.
Publik penggemar merupakan pendorong para pemusik itu. Baik moril maupun materiil. Dorongan moril: dalam bentuk sikap penghargaan, atau kadang-kadang penghormatan yang dapat membesarkan hati para pemain atau pencipta musik. Dorongan materiil: dalam bentuk honorarium atau bentuk jasa lain yang terkumpul dari publik, badan atau perseorangan, guna menambah kesejahteraan hidup para pemusik.

2.             2.   Amatir dan Profesional 
      Seorang pemusik yang berolah musik sebagai mata pencaharian pokok untuk hidup, disebut pemusik profesional. Dia dapat hidup dan terus mengembangkan kepandaian serta ketrampilan dalam melakukan tugas hidupnya, kalau dalam masyarakat tempat dia hidup ada segolongan manusia yang gemar musik.
Golongan penggemar musik ini biasanya rela mengorbankan sebagian dari milik pribadinya untuk dapat menikmati musik, misalnya dalam bentuk: bantuan uang atau bantuan materiil lainnya. bantuan demikian dapat berupa sebuah gedung yang disediakan untuk berlatih atau membuat ciptaan musik, atau dapat pula berupa alat-alat musik dan sebagainya.
Sokongan materiil dari pihak penggemar ini, yang disebut golongan amatir (penggemar), tidak kecil artinya untuk membina kehidupan musik yang sehat. Dalam suatu masyarakat yang kehidupan musiknya sehat, kita melihat adanya golongan profesional dan golongan amatir yang saling mengisi satu sama lain.

3.      Lembaga Pendidikan Musik
Untuk menjaga dan mengembangkan nilai karya musik, baik karya para pemain, maupun karya penciptanya, maka perlu didirikan lembaga-lembaga pendidikan musik.
Karena itu sejak tahun 1951 Pemerintah Indonesia telah mendirikan sekolah musik yang pertama, disusul dengan pembukaan Akademi Musik Indonesia beberapa tahun kemudian. Kedua lembaga pendidikan ini, yang memberi pendidikan musik yang bersistim diatonis di Yogyakarta. Untuk keperluan pendidikan musik yang bersistim selendro-pelog telah didirikan pula beberapa konservatori Karawitan dan Akademi Karawitan di pusat-pusat perkembangan musik selendro-pelog. Kemudian disusul pula dengan pembukaan beberapa lembaga pendidikan musik lain, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta, di beberapa tempat yang dianggap memerlukannya.
Pada dasarnya, tujuan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan musik tadi tentunya guna menberi pendidikan kepada calon pemusik profesional. Calon-calon inilah nantinya yang diharapkan akan menjadi pendorong utama penyehatan kehidupan musik di Indonesia. Tujuan ini tentu saja tidak melepaskan kemungkinan, bahwa lulusan lembaga-lembaga tadi tidak memilih musik sebagai suatu pencaharian utamanya di kemudian hari. Akan ternyata nanti, bahwa lulusan pendidikan musik yang tidak profesional tadi pun, menduduki fungsi yang tidak kalah penting oleh lulusan yang menjadi profesional. Fungsi yang kita maksudkan ialah: membimbing kehidupan musik yang sehat. Dari mereka yang kita anggap nonprofesional atau setengah profesional inilah banyak timbul kegiatan-kegiatan yang memperbesar jumlah penggemar musik dalam masyarakat.

4.      Kursus-Kursus Musik
Sudah menjadi suatu kebiasaan, bahwa golongan nonprofesional yang memiliki sesuatu keahlian musik ini, ada yang meneruskan kecakapan serta kepandaiannya kepada penggemar-penggemar musik dalam masyarakat. Mereka membuka kursus-kursus belajar memainkan alat musik. Yang paling populer untuk dijadikan bahan kursus adalah pelajaran piano, biola dan vokal (menyanyi).

5.      Alat Musik Populer di Indonesia: Gitar
Akhir-akhir ini, di Indonesia orang makin lama makin banyak yang tertarik untuk belajar main gitar, sebagai sebuah alat musik yang paling populer di antara anak-anak muda zaman sekarang. Akan tetapi pelajaran main gitar di Indonesia masih perlu ditingkatkan ke tahap yang lebih artistik. Penggunaan gitar sebagai alat hiburan saja bukanlah jalan menuju ke arah pencapaian ketinggian mutu musikal anak-anak kita. Kita mempunyai kewajiban mendayagunakan gitar sebagai alat pendidik selera musikal bangsa kita. Apalagi alat seperti gitar, yang sudah dapat kita buat sendiri itu.
Adalah suatu gejala yang menggembirakan, bahwa sudah ada sejumlah pemusik kita yang telah menggunakan gitar sebagai alat musik yang memberi kemungkinann-kemungkinan artistik musikal yang lebih luas lagi. Fungsi gitar tidak lagi hanya terbatas hanya sebagai alat pelengkap suatu hidangan musik saja. tidak hanya untuk mengiringi penyanyi atau mengiringi permainan alat musik lain dan sebagainya. Tapi dapat juga berdiri sendiri sebagai alat musik untuk menghidangkan suatu karya musik secara lengkap, yang khusus disusun untuk permainan gitar saja.
Banyak komposisi – kebanyakan terdiri dari karya-karya komponis bangsa Spanyol – yang khusus disusun untuk permainan gitar saja. malahan ada jugadibuat komposisi-komposisiuntuk permainan orkes simponi yang besar untuk mengiringi permainan seorang gitaris yang pandai. Dengan sendirinya permainan gitar yang demikian itu memerlukan adanya latihan serta studi yaang lama serta mendalam secara sungguh-sungguh terlebih dahulu.

6.      Fungsi Komponis
Kembali kepada kehidupan musik yang sehat, mari kita bayangkan sekarang suatu masyarakat yang banyak memiliki pemain musik dan publik penggemar, akan tetapi tidak mempunyai komponis seorang pun. Pergelaran musik barangkali bisa dipentaskan, dan selalu penuh dengan pengunjung, akan tetapi musik-musik yang disajikan tidak menimbulkan suasana yang terdapat dalam alam pikiran serta rasa masyarakat itu sendiri, meskipun sajian-sajiannya dapat ditangkap keindahannya. Masyarakat demikian selalu disuguhi alam pikiran serta perasaan yang bukan miliknya, meskipun bahan musiknya sendiri dapat mereka nikmati. Itulah akibatnya, kalau masyarakat itu sendiri tidak berhasil mempunyai pencipta-pencipta musik yang dapat dihidangkan kreasinya.
Kalau keadaan yang demikian itu kita renungkan sebentar, terasa betul adanya suatu kekosongan dalam hati masyarakat. Khususnya kekosongan dalam bidang budaya yang erat sangkut-pautnya dengan kebanggaan nasional masyarakat itu. Apakah dalam masyarakat yang demikian itu ada kehidupan musik? Ada, akan tettapi bukan kehidupan musik yang sehat.
Bidang penciptaan musik, bidang penyajiannya dan masalah pendengarnya dalam bab-bab selanjutnya akan kita jelajahi bersama dengan meneliti, apakah sebetulnya yang perlu kita ketahui terlebih dahulu daripadanya sebagai dasar pengertian umum mengenai kehidupan musik.

—KSP—
Minggu. 05 April 2020 – 21.25 WIB
REFERENSI:
Sumaryo L.E.
Komponis, Pemain Musik dan Publik
Pustaka Jaya – Jakarta 1978

Tidak ada komentar:

Posting Komentar