Sabtu, 21 September 2019

"AKSI SUBVERSI PARTAI KOMUNIS INDONESIA"

Blog Ki Slamet 42: Atma Kembara
Minggu, 22 September 2019 - 09.09 WIB

Image "Buku Gerakan 30 S/PKI" (Foto: SP)
  
A.   STRATEGI SUBVERSI PKI, TAHUN 1954-1965

1.          Metode Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan (MKTBP), Tahun 1954
Melalui sidang Politbiro CC PKI pada tahun 1954, PKI telah merumuskan metode revolusi yang dianggap cocok untuk kondisi Indonesia, yaitu “Metode Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan” (MKTBP). Metode revolusi ini mencakup unsur-unsur berikut :
a.           Perjuangan gerilya di desa yang terdiri dari kaum buruh tani dan tani miskin.
b.           Perjuangan revolusioner kaum buruh di kota-kota, terutama kaum buruh angkutan.
c.            Bekerja secara intensif di kalangan musuh, terutama di kalangan Angkatan Bersenjata.

MKTBP merupakan konsep subversi PKI untuk menyebarluaskan pengaruhnya, menetralisasi lawan-lawan politik, serta menyiapkan dukungan yang luas di kalangan rakyat Indonesia terhadap program-programnya. Untuk mencapai sasaran tersebut, PKI menyusupkan kader-kadernya yang tangguh ke dalam partai-partai politik dan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat tersebut sehingga bersimpati dan bersedia menjadi anggota PKI. Kelompok anggota-anggota partai politik dan organisasi masyarakat yang telah menjadi pengikut PKI tersebut disebut “fraksi”. Dalam setiap fraksi ditunjuk Ketua dan Skretaris Fraksi. Tugas Skretaris Fraksi adalah menerima perintah dari pimpinan komite PKI stempat dan meneruskannya kepada semua anggota fraksi. Dengan demikian, fraksi PKI pada dasarnya merupakan sel PKI yang berada di partai-partai politik dan organisasi masyarakat. Untuk mengikat kesetiaan anggota sel-sel PKI tersebut. setiap anggota partai politik dan rganisasi masyarakat yang telah menyatakan diri bersimpati dan menjadi anggota PKI diambil sumpah oleh pembinanya.
Khusus mengenai pelaksanaan metode ketiga MKTBP, yakni bekerja secara intensif di kalangan musuh – terutama di kalangan Angkatan Bersenjata – mengingat tingkat kerahasiaannya, maka pelaksanaannya hanya dilakukan oleh kader-kader PKI yang benar-benar terpilih dan sangat terbatas. Oleh karena itu, Politbiro CC PKI memutuskan untuk hanya memberi wewenang sepenuhnya kepada D.N. Aidit selaku ketua CC PKI guna merealisasi metode ketiga dari MKTBP tersebut.

2.    Manipulasi PKI terhadap Pidato-Pidato Presiden Soekarno, Tahun 1960-1965
Upaya PKI dalam menciptakan situasi ofensif revolusioner adalah dengan memanipulasi pidato-pidato kenegaraan Presiden Soekarno sebagai Mandataris MPRS/Presiden Seumur Hidup/Pangti ABRI/PBR, setelah berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pidato-pidato kenegaraan pada setiap tanggal 17 Agustus sejak tahun 1960 yang dimanipulasi oleh PKI adalah sebagai berikut :
a.           Tahun 1960 : “Jalannya Revolusi kita (Jarek)’.
Berisi komando dari Pimpinan Negara/Revolusi, agar seluruh rakyat dan aparat pemerintah melakukan Manipol-USDEK (Manifesto Politik – UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia) sebagai konsepsi nasional (GBHN). PKI memanfaatkan isi pidato ini dengan memasukkan ide-idenya yang terkandung dalam MIRI ke dalam Manipol.
b.      Tahun 1961 : “Revolusi-Sosialisme Indonesia-Pimpinan Nasional (Resopim)”. Untuk merealisasi konsep politik Demokrasi Terpimpim, PKI memanfaatkan pidato ini agar situasi politik semakin bergerak ke arah “kiri”.
c.            Tahun 1962 : “Tahun Kemenangan (Takem)”.
PKI memanfaatkan pidato ini agar bangsa Indonesia semakin mendekat ke Blok Timur.
d.           1963 : “Genta Suara Revolusi Indonesia (Gesuri)”.
PKI memanfaatkan pidato ini agar bangsa  bersiap konfrontatif terhadap negara-negara Barat dan negara-negara lainnya yang dianggap sekutu negara Barat.
e.           1964 : “Tahun Vivere Pericoloso (Tavip)”.
PKI memanfaatkan pidato ini agar bangsa Indonesia mempunyai sikap yang makin revolusioner.
f.             1965 : “Tahun Berdiri di atas Kaki Sendiri (Takari)”
PKI memanfaatkan pidato ini --yang pada dasarnya bernada rangkuman tema-tema pidato Presiden Soekarno sejak tahun 1960--untuk mendorong bangsa Indonesia agar menentang blok barat dan makin mendekatkan diri kepada blok timur, khususnya melalui poros Jakarta-Phnom Penh-Peking-Pyongyang serta makin revolusioner. Pidato Presiden Soekarno tanggal 17 Agustus 1965, atas permintaan Presiden Soekarno, disusun oleh Njoto.

B.    PEMBENTUKAN BIRO KHUSUS PKI, TAHUN 1964
  
Ketua CC PKI dalam rangka melaksanakan tugasnya mrwujudkan metode ketiga dari MKTBP telah menunjuk kader-kader PKI yang terpilih untuk melaksanakan pembinaan terhadap anggota-anggota yang berdasarkan pengamatannya dapat dibina menjadi anggota PKI. Kader-kader PKI ini semula diberi nama Biro Penghubung yang emudian pada tahun 1964 diubah menjadi Biro Khusus. Biro Khusus  ini, karena tingkat kerahasiaannya tidak dikaitkan dengan komite pimpinan PKI setempat, tetapi mempunyai jalur kendali tersendiri dari Biro Khusus Central yang berada di bawah D.N. Aidit selaku Ketua CC PKI.
Biro Khusus Central yang berada pada tingkat CC PKI bertugas mengkoordinasikan Biro Khusus Daerah yang berada pada tingkat Comite Daerah Besar (CDB). Biro Khusus Daerah tidak ada hubungannya dengan CDB PKI, tetapi langsung bertanggung jawab dan senantiasa hanya menerima Instruksi dari Biro Khusus Central PKI. Adapun hubungan antara CDP dan Biro Khusus Daerah hanya dalam bentuk tukar-menukar informasi. Dengan demikian, garis hubungan organisasi Biro Khusus adalah secara vertikal. Akan tetapi, tidak di seluruh CDP PKI terdapat Biro Khusus, melainkan hanya di tempat-tempat atau daerah yang terdapat permusuhan unsur-unsur ABRI saja. kalau dalam kesatuan ABRI itu terdapat lebih dari seorang anggota PKI, maka pada umumnya disusun grup diskusi yang terdiri atas dua, tiga, atau empat orang dan seorang di antaranya dijadikan pimpinan grup. Apabila tidak cukup anggota, biasanya mereka dikelompokkan dengan anggota BRI di luar kesatuannya atau dibina secara langsung. Adanya biro Khusus PKI itu baru terungkap secara gamblang setelah gagalnya pemberontakan G 30-S/PKI.

Tugas Biro Khusus adalah sebagai berikut :
1.           Mengembangkan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI guna menyusun potensi dan kekuatan bersenjata. Mengingat tugas ini memerlukan waktu yang lama dan ketekunan usaha serta hasilnya tidak selalu memuaskan, maka sekurang-kurangnya diusahakan untuk mendapatkan simpatisan yang tidak memusuhi PKI.
2.           Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan disumpah, dapat membina para anggota ABRI lainnya. dalam rangka mengembangkan pengaruh dan ideologi komunis di lingkungan ABRI dapat ditempuh cara-cara melalui penyelenggaraan diskusi-diskusi yang teratur, sampai mereka menjadi pengikut PKI yang dapat dipercaya.
3.           Mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan bagi kepentingannya.

Tugas Biro Khusus tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.           Penanaman Sel-Sel
Apabila sudah berhasil mendapatkan seorang anggota ABRI, maka orang itu dididik dan ditingkatkan kesadaran politiknya secara teori maupun praktik. Jika hal ini sudah dianggap cukup, orang itu kemudian diberi pekerjaan menurut tugas, kemampuan, dan kesanggupannya. Dengan demikian anggota ABRI itu telah dianggap sebagai sel partai ditempatnya bekerja.
2.           Penanaman Simpatisan Partai
Orang-orang atau anggota ABRI yang dihubungi oleh petugas partai tetapi belum dapat menjadi anggota partai, orang tersebut sudah dapat diberi tugas ringan. Orang yang semacam itu diklasifikasikan sebagai simpatisan partai. Tugas simpatisan partai yang utama adalah mempelajari politik dan pengetahuan mengenai kepartaian. Caranya dengan diberi brosur-brosur partai dan diajak bertukar pikiran mengenai politik praktis partai dan tentang teori elementer Marxisme-Lenisnisme.
3.           Mempertajam Perbedaan antara Bawahan dan Atasan
Antara bawahan dan atasan ada kalanya terdapat perbedaan dalam kondisi sosial ekonominya. Perbedaan-perbedaan yang ada ini selalu dimanfaatkan sebaik-sebaiknya dengan jalan mempertajam dan meluaskan rasa perbedaan tersebur. Maksudnya adalah dengan makin meluasnya rasa perbedaan tersebut, maka ABRI akan semakin lemah.
4.           Memanfaatkan Hasil-hasil yang Diperoleh untuk Kepentingan Perjuangan Partai
Kalau di dalam tubuh ABRI telah terdapat anggota-anggota PKI, maka anggota-anggota itu dapat digunakan untuk kepentingan perjuangan partai. Misalnya, dapat digunakan dalam gerakan pengumpulan uang untuk kongres atau dapat juga dijadikan saluran untuk sumber informasi mengenai aktivitas ABRI.
Biro Khusus Central ini dipimpin oleh Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah alias Sjam dan sebagai kepala dan orang pertama yang langsung bertanggung jawab kepada Ketua CC PKI D.N. Aidit.

Sjam dalam tugasnya dibantu oleh :
1.           Pono alias Supono Marsudidjojo yang menjadi Wakil Kepala I dan orang kedua yang merangkap kepala bagian organisasi yang langsung bertanggung jawab kepada Sjam.
2.           Bono alias Walujo alias Muljono yang menjadi  Wakil Kepala II dan orang ketiga yang merangkap menjadi pimpinan bagian keuangan serta langsung bertanggung jawab kepada Sjam.
Selanjutnya trio: Sjam, Pono, dan Bono bertindak sebagai pimpinan kolektif Biro Khusus Central PKI. Selain dari yang disebut di atas, masih ada bagian observasi yang dipimpin oleh Bono, bagian pendidikan dikepalai oleh Hamim, dan Soejono Pradigdo yang mempersiapkan para anggota PKI terpilih sebagai petugas-petugas Biro Khusus PKI.

C.    PENYUSUPAN PKI KE DALAM JAJARAN ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA (ABRI)

Dalam upaya memperoleh pengaruh yang luas di kalangan ABRI, PKI melalui Biro Khususnya melakukan pembinaan terhadap anggota-anggotan Angkatan Bersenjata, baik dalam Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara maupun Angkatan Kepolisian. Upaya-upaya tersebut selain untuk memperluas pengaruh PKI dalam tubuh ABRI juga sekaligus untuk melemahkan ABRI dalam melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya sebagai kekuatan Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia, serta sebagai kekuatan Sosial Politik.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Biro Khusus PKI melakukan penyusupan ke dalam tubuh ABRI, sebagai berikut :

1.          Ke dalam TNI-Angkatan Darat
Dalam tubuh TNI-AD, PKI berusaha keras meningkatkan intensitas kerja Biro Khususnya untuk membina dan mempengaruhi anggota TNI-AD dengan tujuan agar secepatnya dapat dikembangkan dan dikonsolidasikan kekuatan guna meruntuhkan TNI-AD dari dalam. Hasil usaha tersebut terbukti kemudian dengan telah terbinanya sejumlah perwira tinggi dan perwira menengah TNI-AD yang menduduki jabatan penting, antara lain Mayjen TNI Pranoto Reksosamodro, Brigjen TNI Soepadjo, Kolonel Inf. A. Latief, dan Letkol Inf. Untung.

2.          Ke dalam TNI-Angkatan Laut
       Proses penyusupan PKI ke dalam tubuh TNI-AL tidak berbeda dengan apa yang dilaksanakan terhadap ABRI umumnya. Penyusupan dimulai dengan mengaktifkanpembinaan terhadap oknum-oknum PKI yang telah berada di dalam tubuh TNI-AL. Mereka diberi tugas oleh Biro Khusus PKI untuk mencari sasaran pembinaan Pelaksanaan pembinaan pada tingkat Markas Besar TNI-AL dilakukan oleh Pono, sedangkan di setiap Daerah Angkatan Laut  oleh Biro Khusus Daerah. Untuk itu PKI berhasil membina anggota TNI-AL, di antaranya Mayor KKO Pramuko Sudarmo yang aktif membantu PKI.
Di samping itu, PKI juga berhasil membina Letkol Laut Ranu Sunardi melalui Rustomo, Ketua Biro Khusus Daerah Jawa Timur. Sehubungan dengan kepindahan dinasnya ke Jakarta, Letkol Laut Ranu Sunardi kemudian dibina oleh Pono. Biro Khusus Daerah Riau juga berhasil membina Komodor Laut Soeradi, dan kawan-kawan. Namun PKI tidak berhasil mempengaruhi pucuk pimpinan TNI-AL.

3.          Ke dalam TNI-Angkatan Udara
Racmat Kusumobroto, seorang tokoh PKI, pada tahun 1946 kembali ke Indonesia dari Negeri Belanda dan bekerja di Kementerian Pertahanan Bagian Intelijen. Waktu itu kementerian tersebut dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin.
Rachmat Kusumobroto dalam upaya pengembangan selanjutnya berhasil menghubungi Komodor Udara Siswandi yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Bagian Intelijen Markas Besar Angkatan Udara (MBAU). Setahun kemudian dia sempat berkenalan dengan Kolonel Udara Sudiono yang beberapa tahun kemudian menggantikan Komodor Udara Siswandi sebagai Kepala Bagian Intelijen MBAU. Sejak itulah dia mulai membina kedua perwira TNI-AU tersebut untuk menyebarluaskan pengaruh PKI di kalangan TNI-AU.
Di antara perwira-perwira TNI-AU lainnya yang berhail dibina PKI adalah Letkol Udara Heru Atmodjo dan Mayor Udara Sujno. Letkol Udara Heru Atmodjo, berhasil menduduki jabatan penting di TNI-AU menggantikan Kolonel Udara Sudiono sebagai Kabag Intel MBAU. PKI berhasil mengembangkan pengaruhnya atas sikap-sikap Men/Pangau Laksasdya Udara Omar Dhani yang juga sudah mulai dihubungi oleh Bono melalui Letkol Udara Heru Atmodjo. Keberhasilan pembinaan PKI tersebut, menyebabkan sikap Men/Pangau Laksdya Udara Omar Dhani bernada menguntungkan PKI.

4.          Ke dalam Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI)/Kepolisian Negara RI (Polri)
Pembinaan PKI terhadap Angkatan Kepolisian/Kepolisian Negara RI dilakukan oleh tokoh Biro Khusus Central, yaitu Pono dan Hamim. Di antara sekian banyak perwira Kepolisian yang berhasil dibina oleh Biro Khusus PKI adalah Brigjen Pol. S. Soetarto, yang pada sat meletusnya perang kemerdekaan menjabat Wakil Kepala Polisi Kutoarjo. Dia juga telah berhasil menduduki beberapa jabatan penting di lingkungan Kepolisian dan kemudian berhasil pula menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) serta berhasil menduduki jabatan Kepala Staf Badan Pusat Intelijen (BPI). Brigjen Pol. S. Soetarto sejak semula tertarik dengan paham Marxisme-Leninisme, yaitu sejak menjadi anggota Laskar Pesindo dan Ketua Partai Buruh Kutoarjo. Setelah menjadi anggota DPA, dia berhasil mengembangkan hubungannya dengan tokoh-tokoh PKI berhasil pula menggarap perwira-perwira Kepolisian lainnya, antara lain Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Imam Supoyo dan Ajun Komosaris Besar Polisi (AKBP) Anwas Tanuamidjaja.
Upaya PKI untuk mempengaruhi dan melemahkan ABRI – yang dilakukan oleh petugas-petugas Biro Khusus PKI – telah berhasil mempengaruhi sejumlah perwira ABRI sehingga menjadi simpatisan dan pendukung PKI. Anggota-anggota ABRI yang berhasil dibina PKI sebagian di antaranya adalah mereka yang sejak semula sudah bersimpati dan berhaluan Marxime-Leninisme oleh PKI disebut sebagai “perwira-perwira yang berpikiran maju”.

D.   PENYUSUPAN PKI KE DALAM JAJARAN APARATUR NEGARA LAINNYA DAN KE DALAM PARTAI POLITIK

1.          Penyusupan ke dalam Jajaran Aparatur Negara Lainnya
Dalam Kabinet Kerja IV yang terbentuk dalam bulan November 1963, tokoh CC PKI Nyoto diangkat sebagai Menteri Nrgara yang diperbantukan pada Presidium Kabinet, dengan tugas membantu Presiden Soekarno dan Dr. Soebandrio. Nyoto berhasil dikenal oleh Presiden Soekarno dan Nyoto dipercaya menyusun pidato Presiden Soekarno tanggal 17 Agustus 1965.

2.          Penyusupan ke dalam Partai Politik dan Organisasi Massa
Terhadap jajaran partai-partai yang berideologi nasionalisme, PKI berhasil melakukan penyusupan ke dalam Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Indonesia (Partindo).
Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai partai politik yang memperoleh suara terbesar dalam pemilihan umum tahun 19555 menjadi sasaran penyusupan PKI secara intensif. Dalam Kongres PNI di solo tahun 1960, tokoh-tokoh tua PNI, seperti Wilopo, Suwirjo, Hardi, dan Sartono disingkirkan dari dari kepemimpinan partai. Sebaliknya Ir. Soerachman, seorang anggota Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang merupakan organisasi massa PKI dan menjadi Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Tani Indonesia (PETANI) berhasil menyusup dan menjadi Sekretais Jendral PNI dalam Kongres PNI di Purwokerto. Dalam Sidang Badan Pekerja Kongres bulan November 1964 PNI yang telah disusupi oleh PKI ini menetapkan “Deklarasi Marhaenisme” sebagai “Marxisme yang diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi Indonesia”. Pada tanggal 4 Agustus 1965 pimpinan PNI Ali Sastroamidjojo dan Ir. Soerachman melakukan pemecatan terhadap tokoh-tokoh PNI tua seperti Osa Maliki, Sabilal Rasjad, Hadisubeno, M.H, Isnaeni, Usep Ranuwidjaja, Moh. Ahmad, Karim Duriat, Abadi, Mr. Hardi, Oemar Said, dan Sutrisno.
Sekretaris Partindo, Adisoemanto, pada tanggal 10 Juni 1965 menyatakan bahwa “untuk menghadapi tantangan Nekolim yang menyiapkan agresi langsung terhadap Republik Indonesia dan persiapan teror terhadap Bung Karno sudah masanya melantik Angkatan V”.  A.J.C. Barus salah seorang Anggota PB Partindo, menyatakan bahwa ia mendukung sepenuhnya pendapat Menteri/Panglima AU Laksamana Madya Omar Dhani, yaitu untuk mempersenjatai buruh dan tani sebagai “soko guru revolusi.
PKI tidak berhasil melakukan penyusupan ke dalam partai-partai yang berdasarkan agama, walaupun demikian praktis PKI telah mampu menetralisir perlawanan dari partai-partai politik yang berdasarkan agama.
Walaupun juga beraliran Marxisme, namun PKI mengambil sikap bermusuhan dengan Partai Murba. Tokoh partai inilah yang untuk pertama kalinya dalam tahun1964 mengumumkan dokumen rahasia PKI yang berisi rencana rahasia untuk melakukan perebutan kekuasaan negara. PKI berhasil meyakinkan Presiden Soekarno bahwa dokumen tersebut “palsu” dan “merusak persatuan Nasakom”. Presiden Soekarno menerima sikap PKI dan meminta seluruh pimpinan partai politik menandatangani “Deklarasi Bogor” tanggal 12 Desember 1964, untuk meredakan kecurigaan yang berkembang antar partai. Dengan keputusan Presiden/Panglima Tetinggi ABRI/KOTI No. 1/KOTI/1965 Tanggal 5 Januari 1965 Partai Murba dibekukan, baik pimpinan pusat maupun Pimpinan daerah, Cabang, Rantingnya dan organisasi massa serta lembaga-lembaga yang bernaung di bawahnya.
Dalam rangka penguasaan terhadap pendapat umum, PKI menyusupkan orang-orangnya ke dalam lembaga-lembaga pers dan media massa. Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara dikuasai PKI. Sejak tahun 1962 Pimpinan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di bawah pimpinan Djawoto, berhasil dikuasai, tokoh-tokoh pers komunis seperti Karim D.P, Njoto, Asmara Hadi, Walujo, Suroto, Naibaho dan Oloan Hutapea.
Organisasi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) sebagai organisasi pelajar yang terbesar di Indonesia juga disusupi dan dipecah dari dalam. Dalam bulan Juni 1961, Pimpinan Pengurus Besar IPPI di Yogyakarta telah diteror dan dipaksa menyerahkan kantor dan peralatannya kepada kelompok IPPI yang berhaluan komunis di bawah pimpinan Robby Sumolang dan Ainy Sutedja.
Organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga hendak dikuasai, namun tidak berhasil oleh karena kegigihan Ketua PGRI Subiadinata. Sebagai reaksi, PKI mendirikan organisasinya sendiri dengan nama PGRI Non Vak Sentral di bawah pimpinan Subandri.

E.                 TUNTUTAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA UNTUK MEMBENTUK DAN MEMPERSENJATAI AMGKATAN KE V

Sesuai dengan konsep PKI “Jalan Demokrasi Rakyat Bagi Indonesia” yang dianut oleh D.N. Aidit sejak tahun 1953, PKI menerapkan sekaligus jalan revolusioner di samping jalan parlementer sebagai upaya untuk mewujudkan kekuatan komuni di Indonesia. Untuk mendukung konsep jalan revolusi itu, PKI memerlukan kekuatan bersenjata di sampimg kekuatan politik. Upaya PKI untuk mempunyai kekuatan berenjata dilaksanakan dengan cara membentuk kekuatan-kekuatan bersenjata di luar ABRI yang berintikan kekuatan Buruh dan Tani.
Cara ini secara jelas tergambar di dalam metode pertama dan kedua dari MKTB yang menekankan perjuangan gerilya di desa yang terdiri atas kaum buruh tani dan tani miskin, serta perjuangan revolusioner kaun buruh di kota-kota terutama kaum buruh angkutan.
Upaya PKI mewujudkan kekuatan bersenjata di luar ABRI tersebut di atas diuntungkan oleh situasi konfrontasi tersebut telah dimanfaatkan untuk meningkatkan situasi revolusioner dengan memperhebat agitasi propaganda anti Nekolim. Secara fisik militer pembentukan sukarelawan-sukarelawati (sukwa-sukwati) Dwikora telah memberi peluang kepada PKI untuk juga membentuk sukwan-sukwati dari kalangan Pemuda Rakyat, dan unsur-unsur buruh yang tersebar di dalam satuan-satuan sukwan-sukwati.
Gagasan PKI untuk mempunyai kekuatan bersenjata yang dapat dikendalikannya sendiri, memperoleh wujud nyata dalam konsep “Angkatan V” yang disampaikan oleh Perdana Menteri Republik Rakyat Cina Chou En Lai  kepada Presiden Soekarno, sewaktu yang bersangkutan berkunjung ke Jakarta dalam bulan April 1965. Konsep Chou En Lai tersebut dimanfaatkan lebih lanjut oleh D.N. Aidit dengan menuntut Presiden Soekarno untuk segera mempersenjatai buruh dan tani.
Konsep Chou En Lai dan tuntutan D.N. Aidit tersebut diajukan oleh Presiden Soekarno kepada para Menteri/Panglima Angkatan. Dari empat Menteri/Panglima Angkatan, Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen TNI A. Yani dengan tegas menolak, sedangkan Menteri/Panglima Angkatan Udara Laksda Udara Omar Dhani menyetujui.
_______________

S u m b e r :
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta 1994
Gerakan 30 September PKI – Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya

—KSP42—
Jumat, 20 September 2019 – 08.07 WIB
Bumi Pangarakan, Lido – Bogor

"D.N. AIDIT DALAM KEPEMIMPINAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA"

Blog Ki Slamet 42: Atma Kembara
Sabtu, 21 September 2019 - 20.56 WIB


Alam demokrasi liberal yang berlangsung di Indonesia pada kurun waktu 1950-1959 memberikan kesempatan kepada PKI untuk mengadakan rehabilitasi walaupun sebelumnya partai komunis itu telah melakukan pemberontakan. Alimin mengaktifkan kembali PKI pada tanggal 4 Febuari 1950. Akan tetapi, kepemimpinan Alimin ini tidak berjalan lama karena pada Juli 1950 D.N. Aidit yang melarikan diri ke luar negeri akibat pemberontakan PKI Madiun kembali lagi ke Indonesia bersama M.H. Lukman. Ketika mendarat di Tanjung Priok mereka dibantu oleh Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah alias Sjam, yang pada saat itu mempunyai kedudukan sebagai salah seorang pimpinan buruh di Pelabuhan Tanjung Priok.
Tindakan D.N. Aidit pertama ialah menyatukan kembali seluruh potensi partai. Setengah tahun kemudian D.N. Aidit berhasil mengambil alih kepemimpinan PKI dan mengintensifkan propaganda untuk merehabilitasi nama PKI dengan mengeluarkan “Buku Putih” tentang Pemberontakan Madiun. Bahkan, Alimin menuntut penggalian dan penguburan kembali tokoh-tokoh PKI yang dihukum mati akibat pemberontakan PKI Madiun, tetapi hal ini ditolak oleh Pemerintah RI.
Kepemimpinan D.N. Aidit menjadi semakin kuat setelah tokoj-tokoh muda lainnya, seperti Nyoto dan Sudisman, bergabung. Pada bulan  Januari 1951 CC PKI memilih Politbiro baru yang terdiri atas D.N. Aidit, M.H. Lukman, Njoto, Sudisman, dan Alimi. Pemimpin-pemimpin baru inilah yang kemudian berhasil membangun kembali dan mengembangkan PKI. Politbiro ini menjalankan strategi Front Persatuan Nasional. Sampai awal tahun 1952 Politbiro CC PKI memusatkan perhatian pada perumusan taktik-taktik utama, bentuk perjuangan , dan bentuk organisasi yang kemudian dikuti oleh PKI dalam tahun-tahun berikutnya.
Awal tahun 1951 D.N. Aidit juga merehabilitasi Mohammad Jusuf (yang pernah dikutuk oleh orang-orang komunis karena tindakan penyelewengan garis partai dengan melakukan pemberontakan melawan Pemerintah RI di Cirebon pada tahun 1946). Kemudian pada bulan Agustus 1951 PKI menggerakkan kerusuhan-kerusuhan di kota Jakarta dan Bogor. Di Bogor banyak penduduk yang menjadi korban. Kabinet Sukiman melakukan penangkapan dan penggeledahan di rumah-rumah para pemimpin PKI. Oleh PKI peristiwa penangkapan dan penggeledahan ini disebut “Razia Agustus 1951” dan dianggap sebagai provokasi Pemerintah Sukiman dalam mencari alasan untuk membubarkan PKI. Akibat tindakan Pemerintah itu, sejumlah besar pimpinan PKI menjadi tahanan politik dan sebagian kecil dapat menyelamatkan diri. Dalam operasi penangkapan ini D.N. Aidit berhasil lolos dan melarikan diri ke Moskow, sedangkan PKI melaksanakan gerakan bawah tanah.
Tahun 1953 D.N. Aidit  kembali ke Indonesia dari Moskow. Ia muncul dengan konsep baru yang dikenal dengan “Jalan Demokrasi Rakyat bagi Indonesia”. Melalui konsep ini D.N. Aidit sekaligus menegaskan jalan yang revolusioner di samping cara-cara parlementer.
Dengan berdasarkan Marxisme-Leninisme dan analisis mengenai situasi kondisi Indonesia sendiri, CC PKI di bawah pimpinan D.N. Aidit menyusun program partai untuk mencapai tujuannya, yaitu mengkomuniskan Indonesia. Adapun isi program tersebut adalah sebagai berikut :
a.           Membina front persatuan nasional yang berdasarkan persatuan kaum buruh dan kaum tani.
b.           Membangun PKI yang meluas di seluruh negara dan mempunyai karakter massa yang luas, yang sepenuhnya terkonsolidasi di lapangan ideologi, politik, dan organisasi.

Dalam pelaksanaan membina front persatuan nasional, PKI merasa perlu untuk membuina apa yang mereka sebut borjuasi nasional dan borjuasi kecil kota karena oleh PKI golongan-golongan ini dinilai sebagai golongan yang tertekan oleh penghisapan imperialis asing. Pembinaan kedua golongan ini amat penting, di samping membina buruh dan tani. Namun, PKI di bawah kepemimpinan D.N. Aidit menaruh perhatian yang besar kepada para petani untuk dimanfaatkan dalam mewujudkan konsep Demokrasi Rakyat. Dengan propaganda yang menarik dilancarkan bahwa petani harus merdeka, memiliki tanah atau menyewa tanah, dan menerima upah dengan harga yang sesuai dengan yang dikehendaki. Selanjutnya, D.N. Aidit berpendapat bahwa desa adalah sumber bahan makanan, sumber prajurit revolusioner, sebagai tempat menyembunyikan diri jika terpukul di perkotaan, dan sebaggai basis untuk merebut kembali perkotaan.
Dalam membangun PKI DN. Aidit mengatakan, “Kalau kita mau menang dalam revolusi, kalau kita mau mengubah wajah masyarakat yang setengah jajahan menjadi Indonesia yang merdeka penuh, kalau kita mau ambil bagian dalam mengubah wajah dunia, maka kita harus mempunyai partai model Partai Komunis Uni Soviet dan model Partai Cina”.
Jadi, jelas di ini bahwa titik tolak strategi dan taktik PKI pada masa kepemimpinan D.N. Aidit ialah dengan memakai model Partai Komunis Uni Soviet dan mdel Partai Komunis Cina sekaligus, disesuaikan dengan kondisi nyata di Indonesia.

_______________

S u m b e r :
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta 1994
Gerakan 30 September PKI – Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya

—KSP42—
Senin, 16 September 2019 – 13.54 WIB
Bumi Pangarakan, Lido – Bogor