Minggu, 07 April 2019

Ki Slamet 42: "HIKAYAT PANJI SEMIRANG 5" (01-75)

Blok Ki Slamet 42 : "Ungkap Atma Kembara"
Minggu, 07 April 2019 - 14:37 WIB


PANJI SEMIRANG 5 (Foto: SP)

CUACA  TERANG  SEMENTARA
(1)
Jasad permaisuri Puspa Ningrat tak lagi di istana Daha
Tetapi namanya tetap harum dalam hati Candra Kirana
Sedari pagi hinggalah malam hari tiada henti-hentinya
Candra Kirana menangis selalu terkenang akan ibunya
 (2)
Semenjak ditinggal mati oleh ibundanya Candra Kirana
Jadi suka menyepi menyendiri di dalam bilik kamarnya
Ia selalu mengadukan nasib kepada arwah ibundanya:
“Duhai Ibu, betapa berat hidup nanda ditinggal bunda
 (3)
Hidup nanda tiada lagi pegangan, tiada lagi pedoman
Bagaikan perahu terombang-ambing di tengah lautan
Taman yang dahulunya ditumbuhi banyak pepohonan
Dan beraneka macam pohon kembang bunga-bungan
 (4)
Semenjak ditinggal ibu tiada lagi nampak keindahan
Istana nampaklah kotor berdebu sampah berserakan
Berbaulah tidak sedap banyaklah lalat berterbangan
Duhai bunda, rasanya ananda tak bisa lagi bertahan!”
(5)
Galuh Candra Kirana berkeluh kesah kepada Tuhan :
“Oh, Dewata yang Maha Agung! Mengapa gerangan
Engkau pisahkan hamba dengan ibuda kesayangan?”
Hatinya merasakan sedih yang tiadalah terperikan
 (6)
Untung masih ada Mahadewi dayang kesayangan
Sang permaisuri utama yang selalu berdampingan
Dengan Galuh Candra Kirana berikanlah perhatian
Penuh cinta kasih dan sayang tiada kepura-puraan
 (7)
 Warta kematian tentang sang permaisuri Raja Daha   
Diracunlah oleh Paduka Liku selir muda Sri Baginda
Sampai juga ke telinga sang mertua Candra Kirana:
“Hm, alangkah Jahatnya hati si selir muda raja Daha
(8)
Permaisuri Puspa Ningrat dibunuh dengan sadisnya
Meracuninya lewat makanan tapai persembahannya!”
Demikianlah kata Raja Kahuripan kepadalah istrinya
Yang langsung dijawab oleh permaisurinya seketika:
 (9)
 “Ya, kakanda! Sesungguhnyalah kesalahan itu ada
Pada Raja Daha juga, sebab hatinya tunduk kepada
Selir Paduka Liku yang licik dan pendengki sifatnya!”
Permaisuri diam sejenak lalu lanjutkan kata-katanya:
(10)
“Adinda Raja Daha itu, selalu saja turuti keinginannya
Hingga hatinya dikuasai sepenuhnya oleh selir muda
Baginda, hamba kasihanlah pada nasib Candra Kirana
Yang tentunya akan dapat perlakuan tak sepatutnya
 (11)
Dari Paduka Liku si gundik jahat pun sang putrinya
Galuh Ajeng yang amatlah buruklah perangainya!”
Sri Baginda, permaisuri diam lalu baginda berkata:
“Istriku, kita kirim sesuatu saja ‘tuk Candra Kirana
 (12)
Untuk hibur hatinya, bagaimana menurut adinda?”
Demikian usul baginda dan istrinya menyetujuinya:
“Adinda sangat setuju, sebaiknya segera kirim saja!”
Kemudian Sri Baginda Raja Kahuripan pun berkata
 (13)
Kepada putranya, Raden Inu Kertapati yang seketika
Datang bersembah kepada ayahnya, kata baginda:
“Anakku, ayah dan ibumu turut berbela sungkawa
Atas tewasnya ibu mertuamu permaisuri Raja Daha!
 (14)
Sebagaimana engkau ketahui ibu mertuamu Puspa
Ningrat belumlah tua notabene masihlah muda usia
Tapi sudahlah demikian kehendak dari Sang Dewata
Jika sudah waktunya, maka ajal pun menjemputnya!
 (15)
Putraku Inu Kertapati, sungguh keadaan Istana Daha
Kini amat mencemaskan hati kami, terlebih lagi, jika
Mengingat nasib istrimu istrimu Galuh Candra Kirana
Yang barulah saja ditinggalkan oleh sang ibundanya,
 (16)
Tentulah masihlah dirudung kepedihan dan duka lara
Ayah dan ibumu ini tentu tidak akan biarkan ananda
Galuh Candra Kirana hidupnya selalu dirudung duka
Seperti seorang anak yang tidaklah bersanak saudara
 (17)
Raden Inu Kertapati menyimak kata-kata dari ayahnya
Hatinya terharu, lalu sungkem pada ayahnya berkata:
“Demikianlah ayah, hamba serahkan pada ayahanda!”
Jawab Inu Kertapati sementara itu Sang Baginda Raja
 (18)  
Melanjutkan kata-kata dan pesan-pesannya kepada
Putranya Raden Inu Kertapati: “Karena itu Anakanda
Ayah panggil kemari ‘tuk hibur Galuh Candra Kirana
Dengan boneka cantik dan amatlah lucu buatannya
 (19)
Harapan ayah, boneka itu dapat menghibur Kirana
Tentu Raden sendiri yang harus membuat boneka
‘tuk istrimu Galuh Candra Kirana, wahai anakanda!”
Inu Kertapati pun sembah ayahnya seraya berkata:
 (20)
“Segala titah ayah hamba junjung di ataslah kepala!”
Anakku, buatlah dua buah boneka yang cantik rupa
Satu terbuatlah dari emas, sedangkan yang satunya
Terbuatlah dari perak,  kerjakanlah sebaik-baiknya!”
 (21)
Baik ayahanda, sekarang hamba mohon diri segera!”
Raden Inu Kertapati kembalilah ke puri kediamannya
 Ia langsung kumpulkan bahan alat pembuat boneka
Malam harinya ia tafakur mohon diri kepada Dewata
 (22)
Sepanjang malam ia duduk mengheningkanlah cipta
Agar Dewata berikan ilham dalam membuat boneka
Atas karunia Dewata ilham masuk ke dalam atmanya
Ketika suara kokok ayam sambut Sang Batara Surya
 (23)
 Raden Inu Kertapati pun segera hentikan tafakurnya
Kemudian dia pun bangkitlah dari tempat duduknya    
Segera mandi air kembang semerbak harum baunya
Setelah berpakaian sekedarnya ia  mulailah bekerja
 (24)
Membuatlah boneka dari emas  dengan tenangnya
Tangannya yang halus lembut amat trampil bekerja
Memainkan alat-alat pahat, palu, kikir, dan  lainnya
Berulang-ulanglah boneka emas itu dipandangnya
 (25)
Dari arah atas, arah samping, belakang, dan muka
Dalam imajinasinya, Inu Kertapati anggap boneka
Yang dipegangnya itu sosok Galuh Candra Kirana
Sejenak Raden Inu Kertapati tataplah sang boneka
 (26)
Bentuk detil-detil kecil yang masih kasar dikikirnya
Hingga nampaklah halus dan lembutlah wujudnya
Hingga boneka  sama persis dengan wujud aslinya
Wajah Galuh Candra Kirana,  istri yang dicintainya
 (27)
Raden Inu Kertapati berkatalah di dalam hatinya:
“Duh Adinda Candra Kirana, betapa hati kakanda
Terasa sedihlah mendengar warta tentang adinda
Akan tetapi semoga boneka emas karya kakanda
 (28)
Dapat menjadi pelipur lara hati ananda tercinta!”
Kata Raden Inu Kertapati seraya peluklah Boneka
Wujud istrinya yang ‘lah selesailah dikerjakannya
Selanjutnya boneka perak mulai dikerjakannya
 (29)
Beberapa hari kemudian, kedua Boneka Kirana
Telah selesai dikerjakan dengan hasil sempurna
Kedua boneka dipersembakan kepada ayahnya
Secara seksama Bagida Kahuripan amati boneka
(30)
Sri Baginda dan Permasurinya amatlah bangga
Melihat hasil kerja Inu Kertapati, putra tercinta
Tanpa menunggu lama-lama Sri Baginda Raja
Titahkan patihnya untuk kumpulkan punggawa
 (31)
Yang akan diutus antar boneka ke kerajaan Daha
Sri Baginda Raja perintahkan agar kedua boneka
Di bungkuslah dengan kain yang berbeda-beda
Boneka emas dibungkus kain hitam buruk rupa
 (32)
Dengan tali pengikat hitam buluklah warnanya
Boneka perak dibungkus kain sutra dewangga
Warna merah muda pengikatnya benang sutra
Hingga kelihatannya indahlah dipandang mata
(33)
Setelah segalanya selesai dipersiapakan, maka
Pada hari itu juga Sri Baginda suruh punggawa
Untuk berangkat menuju negeri Kerajaan Daha
Mengantar kedua boneka untuk Candra Kirana
 (34)
Pendek cerita tibalah para utusan di negeri Daha
Yang disambut baginda raja dan para mentrinya
Sri Baginda Raja Daha amat berkenanlah hatinya
Sukalah Menerima persembahan kedua boneka
 (35)
Maka baginda raja titahkan Galuh Ajeng putrinya
‘tuk pilih terlebih dahulu di antara kedua boneka
Sementara Selir muda merasalah girang hatinya
Karena baginda raja berilah kesempatan pertama
 (36)
Kepada putrinya ‘tuk memilih boneka yang disuka
Hal ini buat Paduka Liku semakin angkuh hatinya
Galuh Ajeng tanpa ragu-ragu mengambil boneka
Yang dibungkuslah dengan kain sutera dewangga
(40)
Dengan angkuhnya ia melirikkan matanya kepada
Galuh Candra Kirana dan dayang Mahadewi seraya
Tersenyum penuh ejekan kepada mereka berdua
Selanjutnya Sri Baginda Raja suruh Candra Kirana
(41)
Sri Baginda kemudian menyuruhlah dayang istana
Mahadewi ‘tuk memberikan boneka yang satunya
Yang dibungkus kain kumal kepada Candra Kirana
Mahadewi sedih hatinya melihat sikap sri baginda
(42)
Yang tidak adil kepada putri Galuh Candra Kirana
Padaha Galuh Candra Kirana adalah putrinya juga
Justru putri dari Puspa Ningrat permaisuri utama
Mahadewi segera mengambil bungkussan boneka
(43)
Lalu dibawanya hendak dipersembahkan kepada
Galuh Candra Kirana, hatinya betapalah sedihmya
Ketika sampai di bilik kamar Galuh Candra Kirana
Bingkisan boneka langsung diberikannya segera
(44)
Berkata dayang Mahadewi kepada Candra Kirana:
“Duh, Kirana! Hamba mohon bersabar menerima
Segala cobaan. Oya, ini ada hadiah dari Baginda
Raja Kahuripan ‘tuk mantu terkasih Candra Kirana 
(44)
Sesungguhnya ada dua bungkuslah bingkisannya
Yang berbungkus kain mewah sutera dewangga
Sudahlah terlebih dahulu diambil putri selir muda
Sedang yang berbungkus kain hitam kumal pula
(45)
Inilah bagian ‘tuk tuan putri Galuh Candra Kirana
Tetapi tuan putri Kirana, menurutlah hemat hamba
Sebaiknya tuan putri ikhlaslah menerima bagiannya
Sebab orang yang ikhlas ‘kan disayang oleh Dewata

(46)
Galuh Candra Kirana menganggukkan kepalanya
Seraya menahan tangisnya karena rasa sedihnya
Lalu dibukanya bungkus kain kumal hitam warna
Betapa terkejutnya Kirana karena tiada menduga

(47)
Jika isinya ternyata boneka emas serupa dirinya
Dayang Mahadewi betapa amat gembira hatinya
Begitu pula dengan Galuh Candra Kirana,  maka
Berkatalah ia kepada Mahadewi dayanglah istana:

(48)
“Wahai dayang, betapa elok nan cantik parasnya
Boneka seperti ini belum pernah saya melihatnya
Siapakah gerangan yang telah buat ini boneka?”
Galuh Candra Kirana bergelak-gelak tertawanya

(49)
Karena merasa boneka itu mengajaknya tertawa
Maka sekali lagi ia bertanya pada dayang istana:
“Wahai Dayang, siapa gerangan yang mencipta
Boneka ini yang telah bisa membuatku tertawa?”

(50)
“Duh tuan putri, tak lain yang buatlah boneka ini
Dia Raden Inu Kertapati suami tuan putri sendiri
Atas perintah dari Raja Kahuripan ayahnya sendiri
Agar tuan putri terhibur tidak bersedih hati lagi!”
(51)
Awan-awan hitam yang menyelimuti sang mentari
Bergerak bergumpal-gumpalan seperti menari-nari
Dihembus sang bayu lalu bergeraklah kian-kemari
Hingga cuaca pun terang-benderang berseri-seri
(52)
Begitu pula dengan boneka buatan Inu Kertapati
Seniman negeri Kahuripan layaknya angin mamiri
Yang meghapus noda-noda hitam yang sembunyi
Di dalam dada Candra Kirana hingga sirna lara hati
(53)
Galuh Candra Kirana hatinya riang bersenandung
Tingkahnya pun laksana ibu yang sedang kadung
Menimang-nimanglah jabang bayi putri kandung
Yang hayalnya terus semakinlah menggunung
(54)
Tetapi cuaca yang tadinya teranglah benderang
Ternyata hanyalah sementara saja terpampang
Kini sinarnya mulai nampak redup  menghilang
Hal ini berawal ketika Galuh Ajeng memandang
(55)
Boneka emas yang sedang Candra Kirana pegang
Telah buatlah hati putri Galuh Ajeng yang curang
Mulailah perlihatkankan perangai buruknya yang
Meminta boneka secara paksa dengan gerayang
(56)
Rebutlah boneka dari genggamam Candra Kirana
Sambil merengek-rengek kepada sang ibundanya
Dia Selir muda Paduka Liku Sri Baginda Raja Daha
Segalalah bujuk rayu para dayang-dayang istana
(57)
Tiada juga diindahkan Galuh Ajeng si anak  manja
Bahkan prilakunya semakin tiadalah tentu arahnya
Ia merengek-rengek bahkan berguling-guling pula
Mengadu pada Paduka Liku selir muda ibundanya
(58)
Keributan itu telah membuat Sri Baginda Raja Daha
Datang ketempat itu yang disambutlah selir muda
Paduka Liku yang mengadu bahwa Candra Kirana
Telah curang miliki boneka emas yang indah rupa
(59)
Baginda yang hatinya telah manut pada selir muda
Tanpa periksa langsung murka pada Candra Kirana:
“Candra Kirana, cepat serahkan boneka itu kepada
Adikmu Galuh Ajeng, mengalahlah kau kakaknya?!”
(60)
Meskipun Sri Baginda begitu murka kepada dirinya
Kirana tiadalah mau serahkan boneka emas miliknya
Kepada Galuh Ajeng yang selalu dengki kepadanya:
“Ayahanda, daripada nanda dipaksa berikan boneka
(61)
Kepada Galuh Ajeng lebih baik ayah bunuh nanda!”
Kata Candra Kirana sambil pegang boneka emasnya
Lalu melanjutkan kata-katanya denganlah beraninya:
“Ayahanda, apa artinya ananda hidup tanpa boneka
Emas ini yang ayahanda tahu nanda menyayanginya
(62)
Bukankah dinda Galuh Ajeng pun telah punya boneka
Dan, boneka itu adalah bingkisan yang dipilih olehnya
Sedangkan hamba hanyalah menerima dari ayahanda!”
Protes  Candra Kirana seraya menciumlah kaki ayahnya
(63)
Laku Candra Kirana itu ba’ orang serahkan kepalanya
‘tuk dipancung. Mahadewi dan dayang-dayang istana
Turut menangis berempati pada nasib Candra Kirana
Tetapi Sri Baginda tiada empati kepada Candra Kirana
(64)
Lalu Baginda berkata: “Kirana, tingkah lakumu layaknya
Orang yang tak tahu adat,  bukanlah seorang putri raja
Dulu kau membangkang sekarang menententang pula
Apabila tidak kau berikan boneka itu kepada kakanda
(65)
Galuh Ajeng maka rambutmu kupotong sekarang juga!”
Demikianlah kata baginda mengancam Candra Kirana
Akan tetapi Candra Kirana tetaplah pada pendiriannya:
“Tidak, Ayahanda!” Sembahlah Kirana kepada ayahnya
(66)
Candra Kirana menggeleng, tolak permintaan baginda
Boneka emasnya itu didekap erat-erat di atas dadanya:
“Boneka emas ini milik hamba, belahanlah hati hamba
Silahkan potong rambut hamba sebab raja berkuasa!”
(67)
Tambah berkobarlah amarah Sri Baginda Raja Daha
Sri Baginda merasa terhina atas sikap Candra Kirana
Karena permintaannya telah diabaikan oleh putrinya
Sri Baginda menjambak keras rambut Candra Kirana
(68)
Dengan gunting yang ada, serta amarah membara
Dipotongnya rambut Candra Kirana seraya berkata:
“Kirana, engkau ini benar-benar anak yang durhaka
Pergi dari sini, ayah tak suka lagi kepadamu Kirana!”
(69)
Sri Baginda Raja Daha, yang dahulunya bijaksana
Penuh belas kasih kepada putrinya Candra Kirana
Sejak ditinggal mati Puspa Ningrat permaisurinya
Yang tewas diracun Paduka Liku si selir mudanya
(70)
Tiada punya lagi rasa belas kasih kepada putrinya
Hatinya sudah bertekuk lutut oleh sang selir muda
Seperti seekor kerbau yang ‘lah dicucuk hidungnya
Menurutlah saja diajak kemana suka si selir muda
(71)
Baginda dengan teganya mengusir Candra Kirana
Untuk keluarlah segera meninggalkan istana Daha
Titah Baginda itu sungguh tiada disangka-sangka
Oleh para inang pengasuh, dayang-dayang istana
(72)
Mereka semuanya menangis meneteskan air mata
Terkecuali si selir muda Paduka Liku dan putrinya 
Galuh Ajeng saja yang nampaklah sangat gembira
Dengan apa yang telah dilakukan Sri Baginda Raja
(73)
Mahadewi, Ken Bayan, Ken Sangit, mereka semua
Memapah tubuh Candra Kirana ke bilik kamarnya
Nampak pakaian Candra Kirana basah seluruhnya
Karena air matanya terus menetes tiada hentinya
(74)
Potongan-potongan rambut membaluri tubuhnya
Maka Mahadewi pun menyuruhlah  Candra Kirana
Agar segeralah mandi membersihkanlah tubuhnya
Ganti pakaiannya yang kotor dan basah seluruhnya
(75)
Putri Galuh Candra Kirana hatinya masih berduka
Dia menangis memikirkan nasib peruntungannya
Yang teramatlah malang karena perilaku ayahnya
Yang telah begitulah tega mengusirnya dari istana  

—Slamet Priyadi 42 —
Senin, 11 Maret 2019 – 07:45 WIB
PUSTAKA :
S. Sastrawinata, “Panji Semirang”
Balai Pustaka 1986
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar