(Analisa/istimewa). Pembina OSIS SMPN 2 Labuhan Deli Mujiono, S.Ag (2 kanan belakang) bersama para guru diabadikan dengan para siswa pemenang lomba karya cipta puisi,Sabtu (22/12) di sekolah setempat.
Deliserdang,(Analisa).
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMP Negeri 2 Labuhan Deli
Deliserdang mengadakan lomba karya cipta puisi untuk kalangan siswa -
siswi di sekolah tersebut.
Kegiatan itu dilaksanakan 17 hingga 20 Desember 2012 atau setelah selesai mengikuti ujian semester.
Ketua ketua Osis SMP Negeri 2 Labuhan Deli, Irham Taufik mengatakan hal itu kepada wartawan, Sabtu (22/12) di sekolah setempat. Dijelaskannya, lomba karta cipta puisu diadakan untuk menyemarakkan "Hari Guru" dan "Hari Ibu" tahun 2012. Kegiatan tersebut juga dimaksudkan, sebagai mengisi waktu yang luang, setelah melaksanakan ujian dan menunggu pembagian rapor. "Ujian semester kami berakhir 16 Desember, lalu untuk mengisi waktu luang dan juga menyambut Hari Ibu, kami OSIS SMPN 2 Labuhan Deli mengadakan lomba guna menggali kreativitas dalam membuat puisi," ujar Taufik. Puisi-puisi yang dibuat, diutamakan berkaitan dengan semangat Hari Ibu dan Hari Guru sehingga semarak. Khusus untuk peringatan Hari Ibu pada Sabtu 22 Desember 2012, puisi yang diciptakan akan lebih menyemarakkan dan memberi makna tersendiri. Tampil sebagai pemenang pada kegiatan itu, juara 1, Irham Taufik Kelas IX-A, juara 2, Carisa Aulia Asha Kelas VII-A, juara 3, Silvia Sari Kelas IX-B. Juara harapan 1, Emalia Kelas IX - B, Harapan 2 Mariani Kelas VIII-A, Harapan 3, Desiana Br Sinaga Kelas IX-B. Kepala SMPN 2 Labuhan Deli diwakili WKS III bidang Kesiswaan sekaligus Pembina OSIS, Mujiono, S.Ag usai menyerahkan hadiah kepada para pemenang mengatakan menyambut baik kegiatan yang digelar OSIS SMPN 2 Labuhan Deli. Dia berharap ke depan, kegiatan serupa bisa dilaksanakan kembali karena kegiatan tersebut bertujuan untuk mengali potensi, dan bakat para siswa khususnya dalam bidang seni puisi. (twh) |
||
"Sobatku setanah air, sebangsa, dan sebahasa! Yok, kita bangun Negara Republik Indonesia, Yok, kita amalkan bersama nilai-nilai Pancasila yang Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda tetapi tetap satu juga!!!"
Sabtu, 29 Desember 2012
OSIS SMPN 2 Labuhan Deli Adakan Lomba Karya Cipta Puisi
Minggu, 23 Desember 2012
"PEMBELAJARAN MUSIK BISA MEREDAM RADIKALISME"
Para
siswa sekolah dasar Islam dan anggota kelompok rebana El-Khis Plosokuning
bershalawat dengan menggunakan batu di Kali Kuning, kelurahan Wedomartani,
kecamatan Ngemplak, kabupaten Sleman, Yogyakarta, Kamis (26/7/2012). Kegiatan
yang diikuti 30 ustad dan 170 orang siswa dari 6 sekolah dasar Islam di wilayah
kecamatan Depok dan Ngaglik, kabupaten Sleman ini bertujuan untuk mengisi waktu
menunggu buka puasa dengan beribadah sekaligus memperkenalkan musik dari
tabuhan benda-benda keras kepada anak-anak. TEMPO/Suryo Wibowo
|
TEMPO.CO, Yogyakarta- Pakar sains dari Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Taufik Pasiak, menyarankan agar komunitas
pesantren memasukkan aktivitas bermusik, meditasi kontemplatif, serta interaksi
sosial kepada anak didiknya. “Tiga elemen aktivitas itu bisa mencegah tumbuhnya
potensi otak yang gampang menerima gagasan agama radikal,” kata Taufik pada
konferensi tentang spiritualisme dan radikalisme di Universitas Islam Negeri Kalijaga,
Yogyakarta, Kamis 22 November 2012.
Dia menjelaskan, dari kacamata neurosains, pilihan seorang menerima gagasan radikal atau toleran dipengaruhi oleh struktur otak yang mudah terbentuk karena beberapa jenis persepsi pada tuhan. “Penganut radikalisme agama otaknya didominasi sistem penalaran bernama limbic yang terlalu aktif, sehingga menyebabkannya susah menerima pendapat berbeda dari luar,” ujar penulis buku Tuhan dalam Otak Manusia ini.
Taufik mengatakan, pembentukan struktur otak seperti itu dibantu pengaruh kuat persepsi mengenai sifat tuhan yang otoriter. "Penguatan aktivitas limbic dipupuk persepsi bahwa tuhan itu pemarah dan suka menghukum," kata dia, yang juga Ketua Muhammadiyah Kota Manado.
Sebaliknya, jika sistem pada otak bernama prefrontal mendominasi, gagasan keagamaan akan dikesampingkan. Maka, kata Taufik, perlu keseimbangan antara limbic dan prefrontal sehingga otak terlatih mengenal cara berpikir empati. “Keseimbangan seperti ini ternyata mudah muncul pada orang dengan persepsi mengenai Tuhan yang penuh cinta kasih dan pemaaf,” kata dia.
Menurut Taufik, kemampuan otak mengenal empati bisa terlatih lewat bermain musik, meditasi, dan interaksi sosial. Dia mencontohkan, tokoh sufi Jalaluddin Rumi memanfaatkan tarian dan musik untuk melatih sensitivitas spiritualisme yang menjunjung ide cinta universal. “Kontemplasi melatih orang mendengar dan merasakan hal kecil dan asing sehingga membuat otak lebih mudah menerima perbedaan,” tuturnya.
Pembicara lain, Mark Woodward, memperkuat pendapat Taufik. Pakar konflik agama dari Arizona State University ini mencontohkan kelompok yang menokohkan keturunan nabi (habib) di Front Pembela Islam dengan jemaah salawat Habib Syech. Keduanya punya akar Islam tradisional, berorientasi sufistik, dan radikal. Bedanya, Habib Syech akrab dengan musik. Mark sempat memutar salah satu klip video penampilan musik salawatan Habib Syech di depan peserta konferensi.
Konferensi yang berlangsung hingga Sabtu mendatang ini dihadiri sejumlah pakar keagamaan dari berbagai kampus dalam negeri dan luar negeri.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Dia menjelaskan, dari kacamata neurosains, pilihan seorang menerima gagasan radikal atau toleran dipengaruhi oleh struktur otak yang mudah terbentuk karena beberapa jenis persepsi pada tuhan. “Penganut radikalisme agama otaknya didominasi sistem penalaran bernama limbic yang terlalu aktif, sehingga menyebabkannya susah menerima pendapat berbeda dari luar,” ujar penulis buku Tuhan dalam Otak Manusia ini.
Taufik mengatakan, pembentukan struktur otak seperti itu dibantu pengaruh kuat persepsi mengenai sifat tuhan yang otoriter. "Penguatan aktivitas limbic dipupuk persepsi bahwa tuhan itu pemarah dan suka menghukum," kata dia, yang juga Ketua Muhammadiyah Kota Manado.
Sebaliknya, jika sistem pada otak bernama prefrontal mendominasi, gagasan keagamaan akan dikesampingkan. Maka, kata Taufik, perlu keseimbangan antara limbic dan prefrontal sehingga otak terlatih mengenal cara berpikir empati. “Keseimbangan seperti ini ternyata mudah muncul pada orang dengan persepsi mengenai Tuhan yang penuh cinta kasih dan pemaaf,” kata dia.
Menurut Taufik, kemampuan otak mengenal empati bisa terlatih lewat bermain musik, meditasi, dan interaksi sosial. Dia mencontohkan, tokoh sufi Jalaluddin Rumi memanfaatkan tarian dan musik untuk melatih sensitivitas spiritualisme yang menjunjung ide cinta universal. “Kontemplasi melatih orang mendengar dan merasakan hal kecil dan asing sehingga membuat otak lebih mudah menerima perbedaan,” tuturnya.
Pembicara lain, Mark Woodward, memperkuat pendapat Taufik. Pakar konflik agama dari Arizona State University ini mencontohkan kelompok yang menokohkan keturunan nabi (habib) di Front Pembela Islam dengan jemaah salawat Habib Syech. Keduanya punya akar Islam tradisional, berorientasi sufistik, dan radikal. Bedanya, Habib Syech akrab dengan musik. Mark sempat memutar salah satu klip video penampilan musik salawatan Habib Syech di depan peserta konferensi.
Konferensi yang berlangsung hingga Sabtu mendatang ini dihadiri sejumlah pakar keagamaan dari berbagai kampus dalam negeri dan luar negeri.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Sabtu, 22 Desember 2012
Desak Pemkot Beri Ruang Terbuka Pelajar Minggu, 23/12/2012 | 10:58 WIB
Ilustrasi: Ekskul Band 42 (Foto: SP) |
SURABAYA
– Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya diminta segera menindaklajuti keberadaan
ruang terbuka bagi pelajar. Desakan ini, menyusul masih minimnya ruang terbuka
yang diperuntukkan khusus pembelajaran siswa.
“Ini untuk perkembangan dan mengembangkan bakat anak,” cetus Isa Ansori, Ketua Dewan Pendidikan Surabaya, Minggu (23/12) siang.
Dengan lebih banyaknya ruang terbuka, lanjut Isa, akan semakin membebaskan anak, khususnya pelajar untuk mengeksplorasi diri. Harapannya, pelajar bisa mengapresiasi diri kepada sesama dengan pelajaran yang sedang dipelajari. “Ini penting. Untuk itu, kami berharap ada perhatian lebih dari Pemkot,” katanya.
Isa juga mengungkapkan, selama ini, trotoar merupakan lahan paling efektif dan murah untuk menunjukkan kemampuan. Artinya, lanjut Isa, trotoar sebagai area yang dikhususkan bagi pengguna jalan tetap berfungsi sebagaimana semestinya. “Bukan berarti, trotoar harus digunakan di luar fungsinya, tapi manfaatkan sarana yang ada itu untuk berkegiatan yang baik,” ujarnya.
Sebelumnya, trotoar yang dianggap merupakan ruang terbuka yang bisa dinikmati siapapun penggunanya, beralih dimanfaatkan para pelajar. Bukan untuk apa, melainkan para pelajar yang berjumlah sekitar 150 siswa dari berbagai sekolah di Surabaya itu menggelar sajian musik. Para pelajar tersebut, memanfaatkan lokasi pinggir jalan tersebut untuk menggelar konser orkestra. “Saya rasa, ini ide bagus sebagai pembelajaran siswa lebih dekat dengan masyarakat,” ujar Isa.
Selain itu, tutur Isa, pagelaran yang mengusung konsep luar ruangan itu dianggap tepat karena memudahkan siswa berinteraksi dengan masyarakat. Setidaknya, ujar Isa, para pelajar tersebut bisa menikmati kondisi berbeda yang selama ini terpaku pembelajaran di dalam ruangan. “Menariknya lagi, yang mereka bawakan adalah musik orkestra yang dikenal selalu disuguhkan dalam ruangan dan dinikmati oleh orang-orang tertentu saja. Tapi, ini beda, para pelajar semakin merasakan suasana lebih fresh,” ujar Isa.
Menurutnya, trotoar merupakan ruang terbuka yang bisa dinikmati siapa saja. Sehingga siswa yang tampil bisa meluapkan ekspresinya sesuai keinginan karena lebih memiliki ruang gerak. “Akan bisa melatih kepekaan sosial anak terhadap masyarakat,” tuturnya.
Konser bertajuk ‘Baktiku untuk Ibu, Baktiku untuk Anak Negeri’ ini dikemas dalam bentuk konser musik dan berbagai kesenian. Musik yang mengiringi pagelaran tersebut antara lain, orkestra, band, vokal grup, teaterikal, pembacaan puisi dan seni lukis. “Dan masih banyak yang lainnya. Konser ini juga kami haturkan untuk menyambut Hari Ibu,” ujar Ketua Panitia, Abigail Yuri, Sabtu (22/12).
Menurut siswa kelas XII SMA Kristen Pirngadi itu, disela konser trotoar tersebut, juga dilakukan kegiatan amal bakti berupa sumbangan. Sumbangan yang disodorkan ke para pengendara jalan serta warga yang menonton itu, hasilnya akan disumbangkan ke yayasan panti jompo. “Ada 1.500 bukuk sumbangan berupa buku bacaan atau pelajaran. Nanti, akan kami berikan kepada siswa di Nabire, Papua pada Februari tahun depan. Kami anggap, ini sebagai bentuk kepedulian siswa di Surabaya untuk pelajar di daerah pelosok,” katanya. sab
“Ini untuk perkembangan dan mengembangkan bakat anak,” cetus Isa Ansori, Ketua Dewan Pendidikan Surabaya, Minggu (23/12) siang.
Dengan lebih banyaknya ruang terbuka, lanjut Isa, akan semakin membebaskan anak, khususnya pelajar untuk mengeksplorasi diri. Harapannya, pelajar bisa mengapresiasi diri kepada sesama dengan pelajaran yang sedang dipelajari. “Ini penting. Untuk itu, kami berharap ada perhatian lebih dari Pemkot,” katanya.
Isa juga mengungkapkan, selama ini, trotoar merupakan lahan paling efektif dan murah untuk menunjukkan kemampuan. Artinya, lanjut Isa, trotoar sebagai area yang dikhususkan bagi pengguna jalan tetap berfungsi sebagaimana semestinya. “Bukan berarti, trotoar harus digunakan di luar fungsinya, tapi manfaatkan sarana yang ada itu untuk berkegiatan yang baik,” ujarnya.
Sebelumnya, trotoar yang dianggap merupakan ruang terbuka yang bisa dinikmati siapapun penggunanya, beralih dimanfaatkan para pelajar. Bukan untuk apa, melainkan para pelajar yang berjumlah sekitar 150 siswa dari berbagai sekolah di Surabaya itu menggelar sajian musik. Para pelajar tersebut, memanfaatkan lokasi pinggir jalan tersebut untuk menggelar konser orkestra. “Saya rasa, ini ide bagus sebagai pembelajaran siswa lebih dekat dengan masyarakat,” ujar Isa.
Selain itu, tutur Isa, pagelaran yang mengusung konsep luar ruangan itu dianggap tepat karena memudahkan siswa berinteraksi dengan masyarakat. Setidaknya, ujar Isa, para pelajar tersebut bisa menikmati kondisi berbeda yang selama ini terpaku pembelajaran di dalam ruangan. “Menariknya lagi, yang mereka bawakan adalah musik orkestra yang dikenal selalu disuguhkan dalam ruangan dan dinikmati oleh orang-orang tertentu saja. Tapi, ini beda, para pelajar semakin merasakan suasana lebih fresh,” ujar Isa.
Menurutnya, trotoar merupakan ruang terbuka yang bisa dinikmati siapa saja. Sehingga siswa yang tampil bisa meluapkan ekspresinya sesuai keinginan karena lebih memiliki ruang gerak. “Akan bisa melatih kepekaan sosial anak terhadap masyarakat,” tuturnya.
Konser bertajuk ‘Baktiku untuk Ibu, Baktiku untuk Anak Negeri’ ini dikemas dalam bentuk konser musik dan berbagai kesenian. Musik yang mengiringi pagelaran tersebut antara lain, orkestra, band, vokal grup, teaterikal, pembacaan puisi dan seni lukis. “Dan masih banyak yang lainnya. Konser ini juga kami haturkan untuk menyambut Hari Ibu,” ujar Ketua Panitia, Abigail Yuri, Sabtu (22/12).
Menurut siswa kelas XII SMA Kristen Pirngadi itu, disela konser trotoar tersebut, juga dilakukan kegiatan amal bakti berupa sumbangan. Sumbangan yang disodorkan ke para pengendara jalan serta warga yang menonton itu, hasilnya akan disumbangkan ke yayasan panti jompo. “Ada 1.500 bukuk sumbangan berupa buku bacaan atau pelajaran. Nanti, akan kami berikan kepada siswa di Nabire, Papua pada Februari tahun depan. Kami anggap, ini sebagai bentuk kepedulian siswa di Surabaya untuk pelajar di daerah pelosok,” katanya. sab
Senin, 26 November 2012
Upacara HUT PGRI ke 67 SMA Negeri 42 Jakarta Senin, 26 November 2012 Oleh Slamet Priyadi
SENIN, 26 NOV. 2012 - DENMAS PRIYADI BLOG: Cuaca di sekitar linkungan Halim Perdanakusuma, tepatnya di SMA Negeri 42 Jakarta pagi itu cukup cerah. Dan, pada pukul 6.30’00 WIB upacara dalam rangka memperingati hari ulang tahun PGRI yang ke-67 tahun dimulai. Drs Slamet Priyadi dan Dra Sekarlita selaku pembawa acara, dengan suaranya yang lantang bergema di lapangan tanda Upacara HUT PGRI ke-67 dimulai.
Pemimpin
upacara dipercayakan kepada Drs.H.Zainuri yang memimpin jalannya upacara dengan baik.
Adapun Pembina upacara adalah Hj. Hartini M.Pd. Dalam materi pidatonya beliau
menekankan agar seluruh siswa SMA Negeri 42 betul-betul mengutamakan apresiasi
karakter siswa yang terkristal dalam visi dan misi SMA Negeri 42 yaitu
berprestasi baik IPTEK maupun IMTAQ, berwawasan lingkungan, dan menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya bangsa.
Selesai
ibu Hj. Hartini menyampaikan pesan-pesan pidatonya, berkumandang lagu Terima Kasih
Guru oleh kelompok paduan suara SMA Negeri 42 sebagai musik ilustrasi untuk
acara ucapan selamat hari ulang tahun PGRI ke-67 yang dilakukan oleh seluruh
siswa kepada bapak dan ibu guru SMA Negeri 42. Dalam kesempatan ini juga
dibacakan pembacaan puisi pendidikan oleh Liko Sukhoi siswa kelas X-7.
Selesai
upacara, para siswa berphoto bersama demikian juga bapak dan ibu guru. Dalam kesempatan ini ibu
Hj. Hartini M.Pd membuat suasana semakin meriah dengan melantunkan suaranya,
menyanyikan beberapa buah lagu dengan iringan keyboard Joko Novarianto S.Sn.
Slamet Priyadi |
Acara
berikutnya adalah ucapan selamat bagi guru-guru yang berulang tahun. Acara ini
dipandu oleh ibu Hj. Hartini M.Pd di ruang guru. Setelah itu para wali kelas
mengabsen siswa binaannya di kelasnya masing-masing. Acara HUT PGRI ke-67 pun
selesai. Happy Birthday Guru!
Sukses Selalu
buat Ketua PGRI SMA Negeri 42 Jakarta, Mr. I Gusti Ngurah Dwaja!!!
Langganan:
Postingan (Atom)