Senin, 11 April 2011

MENGENAL PELUKIS S.SUDJOJONO ( Bag.2 ) By: Slamet Priyadi


S. SUDJOYONO
         S.Sudjojono berada di rumah sakit menjalani pengobatan sakit paru-parunya di Sanatorium Onrust di P Seribu tahun 1935, ia membaca iklan di salah satu surat kabar yang mengajak para pelukis, siapapun juga, untuk mengikutsertakan karya lukisannya dalam satu pameran bergengsi, berhadiah yang akan diselenggarakan di Kunstkring, Belanda. S.Sudjojono mengikutsertakan lukisannya berjudul "Gadis Dan Kucing" yang menggambarkan seorang gadis bermain dakon. Lukisan tersebut mendapat hadiah pertama. Hal tersebut membuat S.Sudjojono semakin yakin akan bakatnya sebagai pelukis.
 

        Kunstkring merupakan suatu perkumpulan para pelukis Belanda yang sangat aktif mengadakan kegiatan kesenian. Para aggotanya kebanyakan orang Belanda, tetapi ada juga orang Indonesia terutama pelukis akademis. Meskipun karya S.Sudjojono telah mendapat hadiah dari perkumpulan ini, ia belum diterima sebagai anggotanya.

           Sebagai respon dari penolakan Kunstkring yang tidak menerima dirinya sebagai anggota, S.Sudjojono bersama Agoes Djayasoeminta yang juga mengajar di Sekolah Arjuna Petojo, bersama-sama dengan pelukis seangkatannya, mendirikan Persatuan Ahli Gam bar Indonesia, PERSAGI. Ketuanya Agoes Djayasuminta, sekretaris S.Sudjojono. Para anggotanya adalah S.Toetoer, Soekirno, Soetioso,Surono, Otto Djayasuminta, Abdul Salam. Mereka semua pada umumnya adalah para pelukis reklame.

          Fokus utama dari PERSAGI adalah melukis bersama. Minimal sebulan sekali mereka berkumpul untuk melakukan latihan melukis. Terkadang mereka pergi ke suatu tempat untuk mencari obyek lukisan.Setahun mereka berlatih, maka Agoes Djayasuminta merasa sudah tiba waktunya untuk mengadakan pameran bersama. Pameran PERSAGI yang pertama kali diselenggarakan di toko buku G.Kolff, jalan Ir.H.Djuanda. Dalam pameran pertama ini lukisan yang paling banyak dipamerkan adalah karya Agoes Djayasuminta. Sambutan masyarakat baik sekali. Pers Belanda, Indonesia maupun pers Cina memujinya. Hal tersebut menyebabkan keyakinan yang lebih mendalam lagi untuk mengembangkan seni lukis sebagai media ekspresi seninya.

          Oleh seorang direktur pabrik cat "Par" yang juga seorang kolektor lukisan S.Sudjojono, Agoes Djayasuminta dan para pelukis Persagi lainnya    mendapat kesempatan untuk melihat karya-karya pelukis Eropa melalui Pameran Koleksi Regnault yang sempat diadakan beberapa kali. Koleksi lukisannya antara lain karya pelukis yang sudah ternama anatara lain,Van Gogh, George Seurat, Paul Cezanne dan lain-lain.

          Dalam kesempatan ini S.Sudjojono mulai menulis kritik. Memberi ulasan-ulasan yang memuji pameran tersebut. Dialah pelukis Indonesia pertama yang menulis kritik dalam bahasa Indonesia. Gaya kritiknya khas, dengan memberi pujian bahkan makian kepada lukisan-lukisan yang dipamerkan.

          Dalam setiap karya lukisan dan  tulisan-tulisan krtiknya, S.Sudjojono selalu membubuhkan kode "SS 101"  Pada masa ini pula dia melukis Di depan Kelambu  yang sekarang menjadi koleksi Istana Negara Republik Indonesia. Lukisan "Di Depan Kelambu", menggambarkan suana kehidupan keras yang dilukiskan dengan rasa realisme kuat. Seorang kritikus menyatakan bahwa lukisan ini merupakan lukisan yang sama kedudukannya dengan lukisan "Ibu" karya Affandi. Keduanya merupakan tonggak penting dalam perjalanan sejarah seni rupa Indonesia.

          Berbeda dengan gaya para pelukisnya seperti Pirngadi, Abdullah Surio Subroto, Wakidi dan lain-lain, lukisan karya S.Sudjojono dan Affandi tidak bergaya naturalistik. Yang nampak dalam lukisan mereka adalah kebenaran-kebenaran yang nyata dalam hidup bukan hanya tentang alam yang disajikan secara kasat mata, lembut, indah dan naturalistik. Pada lukisan S.Sudjojono dan Affandi yang nampak adalah ungkapan kebenaran yang bersifat rohaniah yang ada dalam jiwa, emosi, sedih, senang ,susah dll. ( SELASA, 12 APRIL 2011-SLAMET PRIYADI )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar