Blog Ki Slamet 42: Atma Kembara
Minggu, 22 September 2019 - 09.09 WIB
Minggu, 22 September 2019 - 09.09 WIB
A.
STRATEGI
SUBVERSI PKI, TAHUN 1954-1965
1.
Metode
Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan (MKTBP), Tahun 1954
Melalui sidang
Politbiro CC PKI pada tahun 1954, PKI telah merumuskan metode revolusi yang
dianggap cocok untuk kondisi Indonesia, yaitu “Metode Kombinasi Tiga Bentuk
Perjuangan” (MKTBP). Metode revolusi ini mencakup unsur-unsur berikut :
a.
Perjuangan gerilya di desa yang
terdiri dari kaum buruh tani dan tani miskin.
b.
Perjuangan revolusioner kaum buruh di
kota-kota, terutama kaum buruh angkutan.
c.
Bekerja secara intensif di kalangan
musuh, terutama di kalangan Angkatan Bersenjata.
MKTBP merupakan
konsep subversi PKI untuk menyebarluaskan pengaruhnya, menetralisasi
lawan-lawan politik, serta menyiapkan dukungan yang luas di kalangan rakyat
Indonesia terhadap program-programnya. Untuk mencapai sasaran tersebut, PKI
menyusupkan kader-kadernya yang tangguh ke dalam partai-partai politik dan
organisasi-organisasi yang ada di masyarakat tersebut sehingga bersimpati dan
bersedia menjadi anggota PKI. Kelompok anggota-anggota partai politik dan
organisasi masyarakat yang telah menjadi pengikut PKI tersebut disebut “fraksi”.
Dalam setiap fraksi ditunjuk Ketua dan Skretaris Fraksi. Tugas Skretaris Fraksi
adalah menerima perintah dari pimpinan komite PKI stempat dan meneruskannya
kepada semua anggota fraksi. Dengan demikian, fraksi PKI pada dasarnya
merupakan sel PKI yang berada di partai-partai politik dan organisasi
masyarakat. Untuk mengikat kesetiaan anggota sel-sel PKI tersebut. setiap
anggota partai politik dan rganisasi masyarakat yang telah menyatakan diri
bersimpati dan menjadi anggota PKI diambil sumpah oleh pembinanya.
Khusus mengenai
pelaksanaan metode ketiga MKTBP, yakni bekerja secara intensif di kalangan
musuh – terutama di kalangan Angkatan Bersenjata – mengingat tingkat
kerahasiaannya, maka pelaksanaannya hanya dilakukan oleh kader-kader PKI yang
benar-benar terpilih dan sangat terbatas. Oleh karena itu, Politbiro CC PKI
memutuskan untuk hanya memberi wewenang sepenuhnya kepada D.N. Aidit selaku
ketua CC PKI guna merealisasi metode ketiga dari MKTBP tersebut.
2. Manipulasi
PKI terhadap Pidato-Pidato Presiden Soekarno, Tahun 1960-1965
Upaya PKI dalam
menciptakan situasi ofensif revolusioner adalah dengan memanipulasi
pidato-pidato kenegaraan Presiden Soekarno sebagai Mandataris MPRS/Presiden
Seumur Hidup/Pangti ABRI/PBR, setelah berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Pidato-pidato kenegaraan pada setiap tanggal 17 Agustus sejak tahun 1960 yang
dimanipulasi oleh PKI adalah sebagai berikut :
a.
Tahun 1960 : “Jalannya Revolusi kita
(Jarek)’.
Berisi komando dari Pimpinan
Negara/Revolusi, agar seluruh rakyat dan aparat pemerintah melakukan
Manipol-USDEK (Manifesto Politik – UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia) sebagai konsepsi
nasional (GBHN). PKI memanfaatkan isi pidato ini dengan memasukkan ide-idenya
yang terkandung dalam MIRI ke dalam Manipol.
b. Tahun 1961 : “Revolusi-Sosialisme
Indonesia-Pimpinan Nasional (Resopim)”. Untuk merealisasi konsep politik
Demokrasi Terpimpim, PKI memanfaatkan pidato ini agar situasi politik semakin
bergerak ke arah “kiri”.
c.
Tahun 1962 : “Tahun Kemenangan
(Takem)”.
PKI memanfaatkan pidato ini agar bangsa
Indonesia semakin mendekat ke Blok Timur.
d.
1963 : “Genta Suara Revolusi
Indonesia (Gesuri)”.
PKI memanfaatkan pidato ini agar bangsa bersiap konfrontatif terhadap negara-negara
Barat dan negara-negara lainnya yang dianggap sekutu negara Barat.
e.
1964 : “Tahun Vivere Pericoloso (Tavip)”.
PKI memanfaatkan pidato ini agar bangsa
Indonesia mempunyai sikap yang makin revolusioner.
f.
1965 : “Tahun Berdiri di atas Kaki
Sendiri (Takari)”
PKI memanfaatkan pidato ini --yang pada
dasarnya bernada rangkuman tema-tema pidato Presiden Soekarno sejak tahun
1960--untuk mendorong bangsa Indonesia agar menentang blok barat dan makin
mendekatkan diri kepada blok timur, khususnya melalui poros Jakarta-Phnom Penh-Peking-Pyongyang
serta makin revolusioner. Pidato Presiden Soekarno tanggal 17 Agustus 1965,
atas permintaan Presiden Soekarno, disusun oleh Njoto.
B.
PEMBENTUKAN
BIRO KHUSUS PKI, TAHUN 1964
Ketua CC PKI dalam
rangka melaksanakan tugasnya mrwujudkan metode ketiga dari MKTBP telah menunjuk
kader-kader PKI yang terpilih untuk melaksanakan pembinaan terhadap
anggota-anggota yang berdasarkan pengamatannya dapat dibina menjadi anggota
PKI. Kader-kader PKI ini semula diberi nama Biro Penghubung yang emudian pada
tahun 1964 diubah menjadi Biro Khusus. Biro Khusus ini, karena tingkat kerahasiaannya tidak dikaitkan
dengan komite pimpinan PKI setempat, tetapi mempunyai jalur kendali tersendiri
dari Biro Khusus Central yang berada di bawah D.N. Aidit selaku Ketua CC PKI.
Biro Khusus Central
yang berada pada tingkat CC PKI bertugas mengkoordinasikan Biro Khusus Daerah
yang berada pada tingkat Comite Daerah Besar (CDB). Biro Khusus Daerah tidak
ada hubungannya dengan CDB PKI, tetapi langsung bertanggung jawab dan senantiasa
hanya menerima Instruksi dari Biro Khusus Central PKI. Adapun hubungan antara
CDP dan Biro Khusus Daerah hanya dalam bentuk tukar-menukar informasi. Dengan
demikian, garis hubungan organisasi Biro Khusus adalah secara vertikal. Akan
tetapi, tidak di seluruh CDP PKI terdapat Biro Khusus, melainkan hanya di
tempat-tempat atau daerah yang terdapat permusuhan unsur-unsur ABRI saja. kalau
dalam kesatuan ABRI itu terdapat lebih dari seorang anggota PKI, maka pada
umumnya disusun grup diskusi yang terdiri atas dua, tiga, atau empat orang dan
seorang di antaranya dijadikan pimpinan grup. Apabila tidak cukup anggota,
biasanya mereka dikelompokkan dengan anggota BRI di luar kesatuannya atau
dibina secara langsung. Adanya biro Khusus PKI itu baru terungkap secara
gamblang setelah gagalnya pemberontakan G 30-S/PKI.
Tugas Biro Khusus
adalah sebagai berikut :
1.
Mengembangkan pengaruh dan ideologi
PKI ke dalam tubuh ABRI guna menyusun potensi dan kekuatan bersenjata.
Mengingat tugas ini memerlukan waktu yang lama dan ketekunan usaha serta
hasilnya tidak selalu memuaskan, maka sekurang-kurangnya diusahakan untuk
mendapatkan simpatisan yang tidak memusuhi PKI.
2.
Mengusahakan agar setiap anggota ABRI
yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan disumpah, dapat membina para
anggota ABRI lainnya. dalam rangka mengembangkan pengaruh dan ideologi komunis
di lingkungan ABRI dapat ditempuh cara-cara melalui penyelenggaraan
diskusi-diskusi yang teratur, sampai mereka menjadi pengikut PKI yang dapat
dipercaya.
3.
Mencatat para anggota ABRI yang telah
dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan bagi
kepentingannya.
Tugas Biro Khusus
tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.
Penanaman
Sel-Sel
Apabila sudah berhasil mendapatkan seorang
anggota ABRI, maka orang itu dididik dan ditingkatkan kesadaran politiknya
secara teori maupun praktik. Jika hal ini sudah dianggap cukup, orang itu
kemudian diberi pekerjaan menurut tugas, kemampuan, dan kesanggupannya. Dengan
demikian anggota ABRI itu telah dianggap sebagai sel partai ditempatnya
bekerja.
2.
Penanaman
Simpatisan Partai
Orang-orang atau anggota ABRI yang dihubungi
oleh petugas partai tetapi belum dapat menjadi anggota partai, orang tersebut
sudah dapat diberi tugas ringan. Orang yang semacam itu diklasifikasikan
sebagai simpatisan partai. Tugas simpatisan partai yang utama adalah
mempelajari politik dan pengetahuan mengenai kepartaian. Caranya dengan diberi
brosur-brosur partai dan diajak bertukar pikiran mengenai politik praktis
partai dan tentang teori elementer Marxisme-Lenisnisme.
3.
Mempertajam
Perbedaan antara Bawahan dan Atasan
Antara bawahan dan atasan ada kalanya
terdapat perbedaan dalam kondisi sosial ekonominya. Perbedaan-perbedaan yang
ada ini selalu dimanfaatkan sebaik-sebaiknya dengan jalan mempertajam dan
meluaskan rasa perbedaan tersebur. Maksudnya adalah dengan makin meluasnya rasa
perbedaan tersebut, maka ABRI akan semakin lemah.
4.
Memanfaatkan
Hasil-hasil yang Diperoleh untuk Kepentingan Perjuangan Partai
Kalau di dalam tubuh ABRI telah terdapat
anggota-anggota PKI, maka anggota-anggota itu dapat digunakan untuk kepentingan
perjuangan partai. Misalnya, dapat digunakan dalam gerakan pengumpulan uang
untuk kongres atau dapat juga dijadikan saluran untuk sumber informasi mengenai
aktivitas ABRI.
Biro Khusus Central
ini dipimpin oleh Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah alias Sjam dan sebagai kepala
dan orang pertama yang langsung bertanggung jawab kepada Ketua CC PKI D.N.
Aidit.
Sjam dalam tugasnya
dibantu oleh :
1.
Pono alias Supono Marsudidjojo yang
menjadi Wakil Kepala I dan orang kedua yang merangkap kepala bagian organisasi
yang langsung bertanggung jawab kepada Sjam.
2.
Bono alias Walujo alias Muljono yang
menjadi Wakil Kepala II dan orang ketiga
yang merangkap menjadi pimpinan bagian keuangan serta langsung bertanggung
jawab kepada Sjam.
Selanjutnya trio: Sjam, Pono, dan Bono
bertindak sebagai pimpinan kolektif Biro Khusus Central PKI. Selain dari yang
disebut di atas, masih ada bagian observasi yang dipimpin oleh Bono, bagian
pendidikan dikepalai oleh Hamim, dan Soejono Pradigdo yang mempersiapkan para
anggota PKI terpilih sebagai petugas-petugas Biro Khusus PKI.
C.
PENYUSUPAN
PKI KE DALAM JAJARAN ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA (ABRI)
Dalam upaya
memperoleh pengaruh yang luas di kalangan ABRI, PKI melalui Biro Khususnya
melakukan pembinaan terhadap anggota-anggotan Angkatan Bersenjata, baik dalam
Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara maupun Angkatan Kepolisian.
Upaya-upaya tersebut selain untuk memperluas pengaruh PKI dalam tubuh ABRI juga
sekaligus untuk melemahkan ABRI dalam melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya
sebagai kekuatan Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia, serta
sebagai kekuatan Sosial Politik.
Untuk mencapai
tujuan tersebut, maka Biro Khusus PKI melakukan penyusupan ke dalam tubuh ABRI,
sebagai berikut :
1.
Ke
dalam TNI-Angkatan Darat
Dalam tubuh TNI-AD,
PKI berusaha keras meningkatkan intensitas kerja Biro Khususnya untuk membina
dan mempengaruhi anggota TNI-AD dengan tujuan agar secepatnya dapat
dikembangkan dan dikonsolidasikan kekuatan guna meruntuhkan TNI-AD dari dalam.
Hasil usaha tersebut terbukti kemudian dengan telah terbinanya sejumlah perwira
tinggi dan perwira menengah TNI-AD yang menduduki jabatan penting, antara lain
Mayjen TNI Pranoto Reksosamodro, Brigjen TNI Soepadjo, Kolonel Inf. A. Latief,
dan Letkol Inf. Untung.
2.
Ke
dalam TNI-Angkatan Laut
Proses penyusupan PKI ke dalam tubuh TNI-AL tidak berbeda dengan apa
yang dilaksanakan terhadap ABRI umumnya. Penyusupan dimulai dengan
mengaktifkanpembinaan terhadap oknum-oknum PKI yang telah berada di dalam tubuh
TNI-AL. Mereka diberi tugas oleh Biro Khusus PKI untuk mencari sasaran
pembinaan Pelaksanaan pembinaan pada tingkat Markas Besar TNI-AL dilakukan oleh
Pono, sedangkan di setiap Daerah Angkatan Laut
oleh Biro Khusus Daerah. Untuk itu PKI berhasil membina anggota TNI-AL,
di antaranya Mayor KKO Pramuko Sudarmo yang aktif membantu PKI.
Di samping itu, PKI
juga berhasil membina Letkol Laut Ranu Sunardi melalui Rustomo, Ketua Biro
Khusus Daerah Jawa Timur. Sehubungan dengan kepindahan dinasnya ke Jakarta,
Letkol Laut Ranu Sunardi kemudian dibina oleh Pono. Biro Khusus Daerah Riau
juga berhasil membina Komodor Laut Soeradi, dan kawan-kawan. Namun PKI tidak
berhasil mempengaruhi pucuk pimpinan TNI-AL.
3.
Ke
dalam TNI-Angkatan Udara
Racmat Kusumobroto,
seorang tokoh PKI, pada tahun 1946 kembali ke Indonesia dari Negeri Belanda dan
bekerja di Kementerian Pertahanan Bagian Intelijen. Waktu itu kementerian
tersebut dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin.
Rachmat Kusumobroto
dalam upaya pengembangan selanjutnya berhasil menghubungi Komodor Udara
Siswandi yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Bagian Intelijen Markas Besar
Angkatan Udara (MBAU). Setahun kemudian dia sempat berkenalan dengan Kolonel
Udara Sudiono yang beberapa tahun kemudian menggantikan Komodor Udara Siswandi
sebagai Kepala Bagian Intelijen MBAU. Sejak itulah dia mulai membina kedua
perwira TNI-AU tersebut untuk menyebarluaskan pengaruh PKI di kalangan TNI-AU.
Di antara
perwira-perwira TNI-AU lainnya yang berhail dibina PKI adalah Letkol Udara Heru
Atmodjo dan Mayor Udara Sujno. Letkol Udara Heru Atmodjo, berhasil menduduki
jabatan penting di TNI-AU menggantikan Kolonel Udara Sudiono sebagai Kabag
Intel MBAU. PKI berhasil mengembangkan pengaruhnya atas sikap-sikap Men/Pangau
Laksasdya Udara Omar Dhani yang juga sudah mulai dihubungi oleh Bono melalui
Letkol Udara Heru Atmodjo. Keberhasilan pembinaan PKI tersebut, menyebabkan
sikap Men/Pangau Laksdya Udara Omar Dhani bernada menguntungkan PKI.
4.
Ke
dalam Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI)/Kepolisian Negara RI
(Polri)
Pembinaan PKI terhadap
Angkatan Kepolisian/Kepolisian Negara RI dilakukan oleh tokoh Biro Khusus
Central, yaitu Pono dan Hamim. Di antara sekian banyak perwira Kepolisian yang
berhasil dibina oleh Biro Khusus PKI adalah Brigjen Pol. S. Soetarto, yang pada
sat meletusnya perang kemerdekaan menjabat Wakil Kepala Polisi Kutoarjo. Dia
juga telah berhasil menduduki beberapa jabatan penting di lingkungan Kepolisian
dan kemudian berhasil pula menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) serta
berhasil menduduki jabatan Kepala Staf Badan Pusat Intelijen (BPI). Brigjen
Pol. S. Soetarto sejak semula tertarik dengan paham Marxisme-Leninisme, yaitu
sejak menjadi anggota Laskar Pesindo dan Ketua Partai Buruh Kutoarjo. Setelah
menjadi anggota DPA, dia berhasil mengembangkan hubungannya dengan tokoh-tokoh
PKI berhasil pula menggarap perwira-perwira Kepolisian lainnya, antara lain
Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Imam Supoyo dan Ajun Komosaris Besar Polisi
(AKBP) Anwas Tanuamidjaja.
Upaya PKI untuk
mempengaruhi dan melemahkan ABRI – yang dilakukan oleh petugas-petugas Biro
Khusus PKI – telah berhasil mempengaruhi sejumlah perwira ABRI sehingga menjadi
simpatisan dan pendukung PKI. Anggota-anggota ABRI yang berhasil dibina PKI
sebagian di antaranya adalah mereka yang sejak semula sudah bersimpati dan
berhaluan Marxime-Leninisme oleh PKI disebut sebagai “perwira-perwira yang
berpikiran maju”.
D.
PENYUSUPAN
PKI KE DALAM JAJARAN APARATUR NEGARA LAINNYA DAN KE DALAM PARTAI POLITIK
1.
Penyusupan
ke dalam Jajaran Aparatur Negara Lainnya
Dalam Kabinet Kerja
IV yang terbentuk dalam bulan November 1963, tokoh CC PKI Nyoto diangkat
sebagai Menteri Nrgara yang diperbantukan pada Presidium Kabinet, dengan tugas
membantu Presiden Soekarno dan Dr. Soebandrio. Nyoto berhasil dikenal oleh
Presiden Soekarno dan Nyoto dipercaya menyusun pidato Presiden Soekarno tanggal
17 Agustus 1965.
2.
Penyusupan
ke dalam Partai Politik dan Organisasi Massa
Terhadap jajaran
partai-partai yang berideologi nasionalisme, PKI berhasil melakukan penyusupan
ke dalam Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Indonesia (Partindo).
Partai Nasional
Indonesia (PNI) sebagai partai politik yang memperoleh suara terbesar dalam
pemilihan umum tahun 19555 menjadi sasaran penyusupan PKI secara intensif.
Dalam Kongres PNI di solo tahun 1960, tokoh-tokoh tua PNI, seperti Wilopo,
Suwirjo, Hardi, dan Sartono disingkirkan dari dari kepemimpinan partai.
Sebaliknya Ir. Soerachman, seorang anggota Consentrasi Gerakan Mahasiswa
Indonesia (CGMI) yang merupakan organisasi massa PKI dan menjadi Sekretaris Jendral
Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Tani Indonesia (PETANI) berhasil menyusup dan
menjadi Sekretais Jendral PNI dalam Kongres PNI di Purwokerto. Dalam Sidang
Badan Pekerja Kongres bulan November 1964 PNI yang telah disusupi oleh PKI ini
menetapkan “Deklarasi Marhaenisme” sebagai “Marxisme yang diterapkan sesuai
dengan kondisi dan situasi Indonesia”. Pada tanggal 4 Agustus 1965 pimpinan PNI
Ali Sastroamidjojo dan Ir. Soerachman melakukan pemecatan terhadap tokoh-tokoh
PNI tua seperti Osa Maliki, Sabilal Rasjad, Hadisubeno, M.H, Isnaeni, Usep
Ranuwidjaja, Moh. Ahmad, Karim Duriat, Abadi, Mr. Hardi, Oemar Said, dan
Sutrisno.
Sekretaris Partindo,
Adisoemanto, pada tanggal 10 Juni 1965 menyatakan bahwa “untuk menghadapi
tantangan Nekolim yang menyiapkan agresi langsung terhadap Republik Indonesia
dan persiapan teror terhadap Bung Karno sudah masanya melantik Angkatan
V”. A.J.C. Barus salah seorang Anggota
PB Partindo, menyatakan bahwa ia mendukung sepenuhnya pendapat Menteri/Panglima
AU Laksamana Madya Omar Dhani, yaitu untuk mempersenjatai buruh dan tani
sebagai “soko guru revolusi.
PKI tidak berhasil
melakukan penyusupan ke dalam partai-partai yang berdasarkan agama, walaupun
demikian praktis PKI telah mampu menetralisir perlawanan dari partai-partai
politik yang berdasarkan agama.
Walaupun juga
beraliran Marxisme, namun PKI mengambil sikap bermusuhan dengan Partai Murba.
Tokoh partai inilah yang untuk pertama kalinya dalam tahun1964 mengumumkan
dokumen rahasia PKI yang berisi rencana rahasia untuk melakukan perebutan
kekuasaan negara. PKI berhasil meyakinkan Presiden Soekarno bahwa dokumen
tersebut “palsu” dan “merusak persatuan Nasakom”. Presiden Soekarno menerima
sikap PKI dan meminta seluruh pimpinan partai politik menandatangani “Deklarasi
Bogor” tanggal 12 Desember 1964, untuk meredakan kecurigaan yang berkembang
antar partai. Dengan keputusan Presiden/Panglima Tetinggi ABRI/KOTI No.
1/KOTI/1965 Tanggal 5 Januari 1965 Partai Murba dibekukan, baik pimpinan pusat
maupun Pimpinan daerah, Cabang, Rantingnya dan organisasi massa serta
lembaga-lembaga yang bernaung di bawahnya.
Dalam rangka
penguasaan terhadap pendapat umum, PKI menyusupkan orang-orangnya ke dalam
lembaga-lembaga pers dan media massa. Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN)
Antara dikuasai PKI. Sejak tahun 1962 Pimpinan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
di bawah pimpinan Djawoto, berhasil dikuasai, tokoh-tokoh pers komunis seperti
Karim D.P, Njoto, Asmara Hadi, Walujo, Suroto, Naibaho dan Oloan Hutapea.
Organisasi Ikatan
Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) sebagai organisasi pelajar yang terbesar di
Indonesia juga disusupi dan dipecah dari dalam. Dalam bulan Juni 1961, Pimpinan
Pengurus Besar IPPI di Yogyakarta telah diteror dan dipaksa menyerahkan kantor
dan peralatannya kepada kelompok IPPI yang berhaluan komunis di bawah pimpinan
Robby Sumolang dan Ainy Sutedja.
Organisasi Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) juga hendak dikuasai, namun tidak berhasil oleh
karena kegigihan Ketua PGRI Subiadinata. Sebagai reaksi, PKI mendirikan
organisasinya sendiri dengan nama PGRI Non Vak Sentral di bawah pimpinan
Subandri.
E.
TUNTUTAN
PARTAI KOMUNIS INDONESIA UNTUK MEMBENTUK DAN MEMPERSENJATAI AMGKATAN KE V
Sesuai dengan konsep
PKI “Jalan Demokrasi Rakyat Bagi Indonesia” yang dianut oleh D.N. Aidit sejak
tahun 1953, PKI menerapkan sekaligus jalan revolusioner di samping jalan
parlementer sebagai upaya untuk mewujudkan kekuatan komuni di Indonesia. Untuk
mendukung konsep jalan revolusi itu, PKI memerlukan kekuatan bersenjata di
sampimg kekuatan politik. Upaya PKI untuk mempunyai kekuatan berenjata
dilaksanakan dengan cara membentuk kekuatan-kekuatan bersenjata di luar ABRI
yang berintikan kekuatan Buruh dan Tani.
Cara ini secara
jelas tergambar di dalam metode pertama dan kedua dari MKTB yang menekankan
perjuangan gerilya di desa yang terdiri atas kaum buruh tani dan tani miskin,
serta perjuangan revolusioner kaun buruh di kota-kota terutama kaum buruh
angkutan.
Upaya PKI mewujudkan
kekuatan bersenjata di luar ABRI tersebut di atas diuntungkan oleh situasi konfrontasi
tersebut telah dimanfaatkan untuk meningkatkan situasi revolusioner dengan
memperhebat agitasi propaganda anti Nekolim. Secara fisik militer pembentukan
sukarelawan-sukarelawati (sukwa-sukwati) Dwikora
telah memberi peluang kepada PKI untuk juga membentuk sukwan-sukwati dari
kalangan Pemuda Rakyat, dan unsur-unsur buruh yang tersebar di dalam
satuan-satuan sukwan-sukwati.
Gagasan PKI untuk
mempunyai kekuatan bersenjata yang dapat dikendalikannya sendiri, memperoleh
wujud nyata dalam konsep “Angkatan V” yang disampaikan oleh Perdana Menteri
Republik Rakyat Cina Chou En Lai kepada
Presiden Soekarno, sewaktu yang bersangkutan berkunjung ke Jakarta dalam bulan
April 1965. Konsep Chou En Lai tersebut dimanfaatkan lebih lanjut oleh D.N.
Aidit dengan menuntut Presiden Soekarno untuk segera mempersenjatai buruh dan
tani.
Konsep Chou En Lai
dan tuntutan D.N. Aidit tersebut diajukan oleh Presiden Soekarno kepada para
Menteri/Panglima Angkatan. Dari empat Menteri/Panglima Angkatan, Menteri
Panglima Angkatan Darat Letjen TNI A. Yani dengan tegas menolak, sedangkan
Menteri/Panglima Angkatan Udara Laksda Udara Omar Dhani menyetujui.
_______________
S u m b e r :
Sekretariat
Negara Republik Indonesia, Jakarta 1994
Gerakan
30 September PKI – Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya
—KSP42—
Jumat, 20 September 2019 – 08.07 WIB
Bumi Pangarakan, Lido – Bogor