Kamis, 17 Januari 2013

MGMP Seni SMAM 42 - Jumat, 17 Jan. 2013



Belajar Itu Seni Untuk Mengembangkan diri
Slamet Priyadi | Jumat, 18/01/2013 | 08:45 WIB
                  
Belajar
MGMP SENI SMAN 42 - Denmas Priyadi Blog - Jika anda pernah membaca buku Ma’alim fit ath-Tharik, tulisan Sayyid Quthb yang terkenal itu, pasti anda pun akan berdecak kagum. Dalam bukunya beliau memaparkan kepada kita tentang bagaimana kehebatan, keluarbiasaan prilaku belajar dari para generasi sahabat Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Sehingga dengan kehebatan dan keluarbiasaannya dalam prilaku belajar itu, mereka generasi pertama Islam mampu melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam kemajuan peradaban dunia.  Dalam bukunya itu Sayyid Quthb lebit lanjut mengatakan,

“Kehebatan generasi sahabat bukan semata-mata karena di sana ada Rasulullah, sebab jika ini jawabannya berarti Islam tidak rahmatan lil’alamin. Kehebatan mereka terletak pada semangat mereka untuk belajar lalu secara maksimal berupaya mengamalkannya”.

Nah jika demikian, ini artinya prilaku proses belajar yang kita lakukan tidak berhenti hanya pada mempelajari sesuatu saja,  melainkan harus dibarengi pula dengan praktiknya, belajar untuk mengaplikasikannya. Dengan begitu kita memperoleh jawaban atas adanya fakta social yang kontradiktif antara pengetahuan yang dimiliki dengan sketsa pikir dan sikap prilaku dalam keseharian kita.

Dari generasi pertama Islam, generasi sahabat Rasulullah yang sangat mengedepankan prilaku belajar itu telah memberikan pandangan kepada kita tentang “learning how to think”, belajar bagaimana untuk memahami. Mereka sangat haus akan pengetahuan, dan semangat mereka untuk mempelajari sesuatu dan belajar tentang sesuatu tidak mengenal kata selesai. Ya, belajar itu sepanjang hayat. Selain itu, mereka juga memberi contoh teladan kepada kita agar “learning how to do”, belajar bagaimana untuk melakukan dan mempraktikkan ilmu yang sudah didapat dalam prilaku belajar dalam keseharian kita secara nyata. Dan, semuanya itu harus pula   dilambari dengan prilaku religius. Artinya, dari apa pun yang sudah kita pelajari harus mampu menjadi acuan dalam berpikir, berprilaku dan bersikap dalam keseharian kita. (transfer of learning)

Referensi
Dwi Budiyanto. 2009. “Prophetic Learning”. Yogyakarta: Pro-U Media.
Penulis
Slamet Priyadi


Rabu, 09 Januari 2013

Kitaran Pameran Seni Rupa Persembahan Mahasiswa S2 ITB

Avitia Nurmatari - detik Bandung - Mahasiswa Master (S2) Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) memamerkan karya-karya seninya di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Jalan Perintis Kemerdekaan, Bandung. Pameran bertajuk "Kitaran" ini digelar mulai 7 hingga 13 Januari 2013 mendatangPameran yang diikuti oleh Kireina Windiah, Nomas Kurnia, Nugroho Prio Utomo, Patriot Mukmin, Theo Frits Hutabarat, Anita Yustisia, Aulia Ibrahim Yeru, Esra Oesen, Fransisca Retno, Ferri Agustian S, Firman Panji dan lainnya ini menyajikan karya lukisan hingga instalasi.

Salah satunya karya Patriot Mukmin. Ia mengeksplorasi lukisan tiga penampang dalam satu bingkai. Seperti dalam karya yang bertajuk 'Sakala', ia melukis dengan cat minyak di atas kanvas 280x100 cm 2013. Melalui karyanya Ia mencoba mencari poin-poin estetiknya, soal kemungkinan imej yang bisa diaplikasikan dan sejauh mana pengaruh teks yang dibubuhkannya.

Karya lain yang menarik adalah milik Theo Frids Hutabarat. Ia menghadirkan sebuah karya visual yang mengejutkan lewat proyek video ke atas kanvas berukuran 185x140 cm. Karya bertajuk Abstracting History itu menghabiskan waktu 22:26 menit.

Kurator pameran, Rumi Siddharta, menjelaskan, pameran tersebut bagian dari tugas mahasiswa master Seni Rupa ITB. Pada semester pertama mahasiswa digodok mengenai ide-ide, lalu semester kedua mahsiswa diminta membuat karya dan kini di semester ketiga mereka harus memamerkan karyanya di ruang publik.

"Ini penugasan sebelum tahun depan membuat tugas akhir," katanya kepada detikbandung.

Persiapan pameran sendiri berlangsung 6 bulan. Saat persiapan, mahasiswa ada yang melakukan riset sebelum mulai membuat karya. Karya tersebut di antaranya Ivana Stojakovic, mahasiswa ITB asal Serbia, yang menyajikan instalasi sepeda, Paramitha Citta Prabaswara yang merancang jam dinding klasik berjudul "Hope", dan lain-lain. (avi/ern)

Rabu, 09/01/2013 07:14 WIB
Avitia Nurmatari - detikBandung


Paramore Rilis Single Video Secara Online - INILAH.com

Paramore Rilis Single Video Secara Online - INILAH.com

Wah, Andy /Rif Jadi Pecandu Narkoba - INILAH.com

Wah, Andy /Rif Jadi Pecandu Narkoba - INILAH.com

Senin, 07 Januari 2013

Jubing Kristianto: Pelajaran Seni Musik yang Membekas


Jubing Kristianto
SENIN, 7 JANUARI 2013 - JAKARTA, KOMPAS.com -- Pelajaran seni musik di sekolah dasar dan menengah hingga kini membekas dalam ingatan gitaris akustik tunggal Jubing Kristianto (46). Lelaki yang lahir dan sekolah hingga SMA di Semarang, Jawa Tengah, itu masih mengingat, saat itu setiap siswa sekolah harus belajar lagu wajib seperti "Satu Nusa Satu Bangsa" dan lagu-lagu daerah.

"Ada ujian menyanyi lagu sesuai pilihan murid di depan kelas," katanya, pekan lalu. Pelajaran itu memaksa siswa mengetahui, hafal, dan bisa menyanyi lagu nasional dan daerah. "Sekarang tak ada lagi pelajaran itu. Kalaupun ada, masuk ekstrakurikuler. Tak heran anak sekarang banyak enggak tahu lagu nasional dan daerah," ujarnya.

Kondisi itu membuat Jubing berencana membuat album lagu daerah. "Aku pernah rekaman lagu berjudul 'Bungong Jeumpa' (Aceh) dan 'Ayam Den Lapeh' (Minang) di album terdahulu," kisahnya. Pemilik empat album lagu itu selalu menyelipkan lagu daerah di albumnya.

Ia sengaja menyajikan lagu berirama, pop, blues, etnik, sampai dangdut dalam albumnya agar pendengar tahu, gitar akustik bisa bermain di jenis musik apa pun.

Lantas, kapan meluncurkan album spesial lagu daerah? "He-he-he... belum berani janji waktu persisnya. Aku masih banyak pekerjaan dan harus memilih dulu lagu-lagunya. Tetapi pasti bikin album spesial," ujarnya. (TRI)

Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Ati Kamil

Mau maju ? Ya harus belajar! Oleh Slamet Priyadi



Senin, 07 Januari 2013 - Slamet Priyadi Blog: Terus terang saya katakan bahwa, “orang yang merasa dirinya pintar sebenarnya orang bodoh, dan orang yang pintar adalah orang yang terus menerus mau belajar”.

Ribuan tahun silam pun Imam Malik, ilmuwan besar muslim berkata saat beliau diminta oleh Khalifah Harun al-Rasyid untuk datang mengajar anak-anaknya mendengarkan kitab al-Muwata,
“Ilmu itu datang dari lingkungan kalian. Jika kalian memuliakannya, ia jadi mulia. Jika kalian merendahkannya, ia jadi hina”.

Saat Khalifah memerintahkan kedua putranya untuk hadir ke masjid belajar bersama rakyat, Imam Malik berkata, “tidak apa-apa, asalkan mereka bersedia duduk di posisi mana saja yang lapang bagi mereka, dan tidak boleh melangkahi bahu jamaah lainnya”.

Nah, dari peristiwa yang terjadi ribuan tahun silam itu, ada pelajaran yang bisa kita petik bahwa keberhasilan seseorang dalam belajar sangat dipengaruhi oleh motivasi dan sikap sugguh-sungguh dari kita, pembelajar. Akan tetapi kebanyakan dari kita belum menyadari sepenuhnya akan hal tersebut. Lihat saja sahabat-sahabat kita saat pelatihan, diklat pengembangan profesi, mahasiswa saat perkuliahan, murid-murid kita di sekolah saat belajar di kelas, bahkan mungkin diri kita sendiri. Senang dan bersukaria sekali jika jam pelatihan, perkuliahan, dan jam belajar kosong. Kegembiraan mereka, atau mungkin kita yang berada di dalamnya laksana orang yang baru bebas-lepas dari hukuman penjara, seperti hewan yang baru lepas dari sangkarnya. Kemudian mereka ngobrol ngalor-ngidul tak ada juntrungnya yang tidak terkait dengan keilmuan, yang penting bagi mereka semua beban dan pikiran menjadi “plong”. Mungkinkah ini cermin dari minusnya atau rendahnya motivasi kita untuk belajar? 

Selain motivasi, prioritas kedua yang ditekankan Imam Malik adalah sikap kita dalam belajar. Belajar harus disikapi secara positif. Kesombongan dan keangkuhan, merasa paling pintar, merasa paling tahu segalanya, merasa paling berkuasa hendaknya jauhkan dan buang dari dalam hati kita. Hal ini sebagaimana dikatakan Imam Malik, “mereka tidak boleh melangkahi bahu jamaah lain, dan bersedia duduk di tempat mana saja yang luang bagi mereka”.

Pikiran-pikiran Imam Malik di atas disepakati juga oleh Lorraine Monroe sebagaimana dikutip oleh Ustadz Mohammad Fauzil Adhim dalam buku tulisannya, Membuka Jalan Ke Sorga.  Kutipannya adalah sebagai berikut. Pertama, membangkitkan high leved of expectation (tingkat harapan yang tinggi. Memberi motivasi yang tinggi kepada siswa agar memiliki target-target, tujuan, dan cita-cita besar. Kedua, menanamkan keyakinan (bilief) yang kokoh dan kuat sebagai tenaga penggerak untuk melakukan yang terbaik (the spirit of excellent).

Dari pemikiran Imam Malik dan Lorraine  Monrou itu, maka bisa kita simpulkan bahwa dalam  belajar harus dilandasi dengan motivasi. Jadi upaya awal yang harus dilakukan dalam belajar adalah memiliki motivasinya terlebih dahulu sebelum mempelajari teknik-tekniknya. Oleh karena motivasi yang kuat menunjukkan karakter yang kuat.(Referensi: Dwi Budiyanto, “Prophetic Learning”. Pro-U Media, 2009, Yogyakarta)

Penulis: Slamet Priyadi - Pangarakan - Bogor